(Super Short Fiction) Selepas Kau Pergi
September 04, 2013
Photo source: http://www.arizonafoothillsmagazine.com/taste/wp-content/uploads/coffee-hand2.jpg
=============================================================
“Ran, kamu mau pesan apa?,” aku suka dua bola mata dan
rambut walnut itu. dan suaranya yang
akan selalu menggema indah ditelingaku.
Tiga detik—ketika kuhitung—aku (masih) terpesona dengan
lelaki itu. kemudian aku berusaha menyadarkan diri berujar “Strawberry
Milkshake saja”.
_
Ada dua hal yang membuatku teramat takut jika harus bertemu
denganmu.
-Penyesalan
Yah, itulah kata yang tepat
kuungkapkan dari deskripsi pojok hati terdalamku untukmu. Empat bulan yang
lalu—yang mana masih sulit bagiku melupakannya, disaat aku memutuskan ikatan
kita satu pihak—tanpa menanyakan persetujuan darimu tentunya. Ah, andai saja
aku bisa memutar waktu. Demi apapun juga aku pun sampai detik ini mau kok jika
dipaksa mengaku bahwa aku masih menyayangimu, tuan.
Sebenarnya jika kau mau
menanyakan apa yang dapat menimbulkan butiran mata keluar dari mataku maka akan
kujawab bahwa aku merasa sangat menyakitkan melihatmu bercumbu dengan wanita
selain diriku, terlebih didepan dua mataku…
-Cemburu
Menurutku kata ‘cemburu’ lah yang
mampu mengelaborasi apa yang kurasakan ketika tangan sedikit kasarmu tak lagi
menyentuhku namun lebih memilih lima jemari—yang kupastikan terasa
halus—disampingku. Ya, tangan itu nampak cantik dengan sebuah cincin cantik di
jari manis kirinya.
Ah, benar-benar stuck.
Dapat ku pastikan aku akan terlihat tolol didepanmu kan, tuan? Aku tahu
itu. Tak perlu kau jawab.
-
“Ran, kau tak suka strawberry milkshakenya? Nanti kupesankan
yang lain.”
“Ah, tidak usah, Ren. Aku suka kok. Aku kan strawberry
milkshake holic, kau ingat kan?.”
Sekali lagi aku melihat dua lesung pipi Rendy—nama lelaki
itu—dan sukses membuat anganku melayang.
Aku melihat genggaman tanganmu mengerat pada gadis itu,
rasanya sebuah godam menghantam hatiku saat melihatnya. Apa aku terlihat tolol, tuan Rendy? Tentu saja. Tolol karnamu.
Semenit berikutnya kau berujar—masih dengan genggaman itu.
“Teman-teman, aku dan Sintia akan melaksanakan ikrar suci
seminggu lagi. Itu sebenarnya tujuan aku mengundang kalian.” Rendy dan
Sintia—nama perempuan itu—memandang satu sama lain dengan sunggingan sumringah.
Oke, aku tak kuat lagi
melihatnya.
“Ran, kau menangis?.” Rio, teman lelaki yang kebetulan duduk
tepat disebelahku menyenggol lenganku pelan.
God, bagaimana air
mata ini keluar tanpa permisi?
Tanpa aba-aba, aku berlari keluar dari gerombolan itu,
meninggalkan banyak wajah penuh tanda tanya di meja yang semula aku pakai
bersama teman-temanku.
Aku mendengar hampir semua dari mereka memanggilku namun aku
tetap berusaha berlari menjauh seakan aku tak mendengarnya.
Sebut saja aku penakut
…
Sebut saja aku
pecundang …
Aku tak peduli pada berondongan sebutan itu.
Terkadang ada manusia dimana ia tak boleh membuka rahasia
hatinya kan?
--SELESAI--
Note:
sebenernya sedikit info plus ada bumbu curhatnya sih kalau Super Short Fiction diatas terinspirasi dari lagu berjudul 'Selepas Kau Pergi'. terlepas dari cerita asli (namanya juga fiction -_____-), tiba-tiba tangan bergerak ngetik ini dan doneeee
0 komentar