Tentang Kamu
September 25, 2013
sumber gambar:http://www.blogcdn.com/www.engadget.com/media/2011/11/myford-2011-11-10-600.jpg
=======================================================================
“Apa
definisimu mengenai coklat?”
“Apa
ya? seperti warna kulitmu?”
“Hey!
Jangan hina warna kulitku!”
Aku
masih ingat percakapanmu denganku hari itu. Hari pertama kali kita bertemu di suatu
siang menjelang sore.
Ketika itu aku terkikik
sebentar dan berujar,
“Bagiku
coklat itu seperti kehidupan.”
“Kau
tak akan berfilosofi lagi kan?” Sergahmu.
“Kau ingin aku menjawabnya tidak?!”
Baiklah, aku mulai kesal denganmu untuk pertama kalinya.
“Baiklah.
Teruskan, Nona. Aku mendengarkanmu.”
Kau kemudian diam duduk
manis menatapku dengan tulus sesudahnya.
Ketika
itu aku mendefinisikan coklat sebagai salah satu potret kehidupan. Bahwa Jika
kau meminumnya dalam keadaan panas, kau tak boleh terburu-buru menenggaknya.
Karena seperti halnya kehidupan, kita tak boleh cepat-cepat berdalih sesuatu
sebagai salah maupun benar. Kita harus menelaahnya sedikit demi sedikit hingga
kita dapat menikmati kehidupan itu. seperti halnya kita dapat menikmati coklat
lezat yang tak akan membakar bibir dan lidahmu yang mungkin bahkan menimbulkan
sariawan, melainkan kita akan menikmati lezatnya coklat jika kita meminumnya
dengan perlahan. Namun, kau juga tak boleh terlalu lama meminumnya. Karena jika
minuman coklat panas itu terlalu pelan diminum maka kelezatannya akan hilang.
“Kenapa hilang? Kelezatannya hilang
karena diambil oleh angin?” potongmu lagi.
Demi
Tuhan, kau memang suka memenggal kalimat orang lain.
Aku
menceritakan alasannya setelah menunjukkan wajah kesalku padamu. Asal kau tahu
saja, sebelumnya aku benar-benar menahan diri untuk tidak menjitak kepalamu
karena waktu itu adalah hari pertama kita bertemu. Aku menjawab pertanyaanmu
dengan analogi coklat-kehidupan lagi. Karena jika kau terlalu lama memikirkan
hidup yang akan kau jalani, atau dengan kata lain jika terlalu banyak yang kau
pertimbangkan dalam hidup, maka aku jamin kau tak akan benar-benar dapat
menikmati hidupmu. Sama dengan rasa coklat yang semakin pudar karena kau
terlalu lama menunggu untuk meminumnya.
Kau
mengangguk-anggukkan kepala pertanda mengerti dengan penjelasanku.
~
♪
Your eyes whisper ‘have
we met’?. Cross the room your silhouette
Starts to meet its way to me. The
playful conversation starts
Counter all your quick remarks like
passing note in secrecy ♪
Lagu
Enchanted milik Taylor Swift
mendendang mengiringi perjalanan aku dan kamu menapaki jalan tujuan kita.
Hey.
Kau yang menyetir disampingku, apa kau teringat sesuatu antara kita ketika mendengarkan
tiga baris lirik itu? Karena baru saja aku mengenangnya.
Ya,
seperti yang Taylor lukiskan dalam bait selanjutnya,
♪
And it was enchanting to meet you ~
All I can say is I was enchanted to
meet you ♪
Aku
sungguh menyukai momen itu. Ah, mungkin saat ini kau tak memikirkannya. Kau kan
sibuk menyetir.
“Eh,
siang-siang enak makan bakso kayaknya.” Ujarmu tiba-tiba. Namun, aku
mengacuhkanmu. Ketika mengucapkannya, kau seperti bertanya pada dirimu sendiri
karena tak mengalihkan pandanganmu barang sejenak kepadaku. Meskipun aku tahu
bahwa sebenarnya kau berbicara kepadaku.
Ingatkah
kau apa yang kurasakan di saat kita berdua pergi bersama untuk pertama kali?
Ah, bolehkah aku menyebutnya ‘berkencan’?
♪
This night is sparkling, don’t you let it
go
I’m wonderstruck blushing all the
way home ♪
~
“Kau suka kembang apinya?”
kau bertanya padaku yang sedang terpana dengan pertunjukan kembang api spesial
malam ini. Tentu saja aku sedikit mengacuhkanmu saat itu—maafkan aku.
Kau
menyenggol bahuku.
“Ah, apa?”
“Kau suka?” kau
bertanya lagi padaku kala itu. Lengkap dengan senyum mempesonamu.
“Suka sekali. Terimakasih.”
Aku membalas senyummu dengan senyum terbaik yang aku punya saat itu.
Ya.
Aku masih sangat ingat ketika kau berdalih mengantarku pulang ketika matahari
mulai beranjak menutup diri dengan awan hitam. Namun, setelah aku tahu bahwa
rute yang kau lalui bukanlah menuju rumahku, aku sadar yang kau lakukan kala
itu hanyalah untuk mengajakku kesebuah tempat dimana hanya kita berdua disana.
Aku bisa saja menyebutmu ‘Jahat’, ‘Dasar, pembohong’, atau bahkan berujar ‘Kau
mau menculikku?!’. Tetapi itu semua tak kulakukan. Justru aku menikmatinya, dan
aku amat beruntung ketika kau tak menanyakan padaku mengapa aku tak protes
waktu itu.
Tempat
itu hanya ada satu dua orang saja, selebihnya hanya hamparan ilalang sepi dan
sungai yang mengalun pelan. Kita duduk di salah satu sudut tanah berumput tebal
dekat sungai. “Tunggu lima menit lagi.”
Ujarmu kala itu. Dan aku menurut.
Dan
ucapanmu memang benar. Lima menit kemudian aku melihat pancaran api warna-warni
dalam ritme random namun indah di langit
yang kebetulan tak memunculkan banyak bintang saat itu. Aku sangat menyukainya.
Kau
menyandarkan kepalamu dibahuku dan aku kembali tak memprotes tindakanmu.
“Tak apa kan jika aku bersandar
sejenak seperti ini?” Ucapmu meminta ijin. Aku mengangguk
ringan dan tersenyum. Masih dengan menatap langit.
“Indah sekali.” Aku
tak bohong, aku benar-benar menyukai kerlipan api di atas sana.
“Yang disampingku juga indah.” Ucapanmu
padaku benar-benar membuat wajahku rasanya panas. Curang! Kenapa kau mengatakannya sambil menatap kearahku?!. Itulah
yang kurutukkan dalam hatiku saat itu. Kau tak tahu kan?
.
Malam
itu kau akhirnya mengantarku pulang setelah pertunjukan kembang api benar-benar
selesai.
Setelah
kau mengantarku ke rumah, aku tak henti-hentinya mengumbar senyum yang sekuat
tenaga selalu berusaha kusembunyikan walau akhirnya gagal.
“Lelaki itu pacarmu?” suara
Ibu seketika membuyarkan ayalku dengan pertanyaan yang menyentilku.
Aku
kelagapan menjawabnya.
Setelah
sadar aku baru tahu bahwa kedua tulang pipiku terasa capai. Ini karena kau!
~
Lagu
Enchanted Taylor akhirnya berhenti
berputar setelah terdengar lirik terakhir ditelingku,
♪
Please don’t be in love with someone else
Please don’t have somebody waiting
on you. ♪
Kau
menjulurkan tanganmu kearah radio depan kita. Perasaanku tak enak.
“Kau
mau apa? Menyalakan radio? Jangan!”
Aku buru-buru menghalang tangan kirimu yang hampir menyentuh pemutar frekuensi
radio.
“Kenapa
memangnya? Sudah berapa kali kau putar lagu itu? Apa tidak bosan? Sudah, kita ganti
putar radio saja, ya.”
Aku
menepuk punggung tanganmu dengan keras.
“Sudah.
Kau menyetir saja. Aku sedang senang-senangnya dengar lagu Enchanted-nya Taylor Swift, nih!”
Dan
kau akhirnya mengalah padaku. Aku tersenyum senang.
“Baiklaaaahhh,
kita dengar radio saja.” Ujarku akhirnya dengan ekspresi malas yang
kubuat-buat. Kau tersenyum senang dan berujar, “Kau yang terbaik.”
Aku
memutar channel radio untukmu.
Secara
kebetulan, channel yang paling jernih
sedang memutar lagu Taylor Swift berjudul Red.
Tanpa persetujuan darimu, aku memutuskan untuk memilih channel tersebut.
♪
Loving him is like driving a new Maserati
down a dead end street. ♪
“Astaga, Taylor Swift lagi!!” Rutukmu kepada
dirimu sendiri. Dan aku tertawa melihat reaksimu yang menurutku terlihat lucu.
“Kenapa?
Lagunya enak-enak kok, Sayang.” Ujarku menggodamu.
Kau
tak lagi menjawabnya dan masih menunjukkan wajah seakan-akan suntuk oleh suara
Taylor Swift. Tetapi aku tahu, kau hanya berpura-pura saja.
♪
Touching him was like realizing all you
wanted was right there in front of you
Memorizing him was as easy as
knowing all the words to your old favorite song. ♪
“Ngapain kamu senyum-senyum sambil lihat
ke aku?” Tanyamu padaku ketika sadar bahwa sedari tadi aku memperhatikanmu
dengan tersenyum.
‘Dua
baris lirik itu menggambarkan ekspresi hatiku terhadapmu, tahu!’, tapi aku tak mau
mengatakannya padamu.
“Tidak
boleh ya ngelihatin kamu? Ya sudah!”
Aku mengembalikan posisiku kembali tegak lurus kedepan setelah semula sedikit
miring kearahmu, pria yang kini mengemudi disampingku.
“Tuh kan, Marah lagi.” Kau mengerucutkan
bibirmu dengan lucu ketika mengatakannya. Ya, kau sangat gemar melakukannya
ketika kau menangkap sinyal tak baik dariku.
“Pasti
minum es kelapa muda bakal segar ya siang-siang gini.” Ujarku beralih topik. Aku mengipas-ngipas diriku sendiri
dengan tangan. Padahal kau maupun aku mengerti bahwa dinginnya ac mobilmu ini
bahkan dapat membuat seseorang tertidur sekalipun.
“Kau
mau? Kita bisa minggir sebentar, loh.”
Aku
menggeleng.
“Dasar,
suka sekali berganti suasana hati!” Kau menohokku untuk kesekian kalinya hari
ini.
“Terimakasih
loh ya.” Jawabku sarkastis.
“Sama-sama.”
Kau menahan senyum dan sesegera mungkin kau sumpal mulutmu dengan tangan
kirimu. Menyembunyikan lekukan setengah lingkaran dibibirmu.
Aku
mendengus sebal.
Kuputar
kembali mp3 yang tertancap pada lubang yang berada disekitar radio mobilmu. Menghentikan
sinyal radio yang suaranya menguar di seluruh sudut ruang mobil ketika kau
aktifkan.
“Pasti
mau muter lagunya Taylor Swift lagi.”
Ucapmu memperhatikan tindakanku.
“Hehe,
Iya.” Aku menyengir padamu.
Benar,
aku memang kembali memutar lagu enchanted
milik Taylor Swift. Entah mengapa aku keranjingan mendengarkan lagu itu
berkali-kali hari ini.
Lantunan
musik yang diiringi lirik-lirik manis Taylor semakin mempesonaku untuk
mengulang-ulang lagu itu,
♪
This night is sparkling don’t you let it
go
…
The lingring question kept me up
2 am who do you love
I wonder too I am wide awake ♪
“Kenapa
tiba-tiba tertawa?” tanyamu yang melihatku tertawa tanpa sebab.
“Entahlah,
lagu ini mengingatkanku waktu kamu nembak aku malam itu.” Wajahmu kontan
berubah kemerahan mendengarnya.
~
“Kamu masih belum mengantuk?” Tanyamu
waktu itu. Demi Tuhan, lelaki mana dengan pede-nya
menelepon seorang gadis hingga pukul 1 dini hari yang bahkan bukan kekasihnya
selain dirimu?
“Memangnya kenapa?” aku
berusaha masih sabar menjawabmu.
“Aku menyukaimu.” Aku
terpaku mendengar penuturanmu kala itu. Aku tak tahu harus seperti apa menjawabnya
.
“Halo. Kau masih disana?” Kau
kembali bersuara karena cukup lama aku terdiam saat itu.
Bukannya
bermaksud kejam dengan mengabaikanmu, tetapi aku terlalu terpana dengan apa
yang baru saja kudengar darimu. Baru kali ini seseorang menyatakan cintanya
padaku. Jadi, tolong jangan salahkan aku jika aku terdiam cukup lama.
~
“Makan
bakso, yuk?” Ajakmu dengan girang
ketika mobil yang kita tumpangi ini akan melewati sebuah warung bakso
favoritmu.
“Ayo
deh, aku juga ingin minum es kelapa muda sekalian.”
Kau
segera membelokkan mobilmu di ruang kosong sebelah warung bakso langgananmu
itu.
“Bakso
solo dan bakso urat satu porsi, juga es kelapa muda dua.” Ujarku pada salah
seorang pelayan setelah memasuki warung itu. kau lebih memilih mencari bangku
kosong untuk kita berdua. Membiarkanku memesankan bakso favoritmu, bakso urat.
Aku
mengetikkan sesuatu di handphone-ku
ketika kau beringsut berdiri hendak menambah kuah bakso,
Aku tak tahu seberapa lama hubungan
kita akan berlanjut. Apakah sebenarnya kita berjodoh? Aku, kamu, kita tak
pernah tahu selain Tuhan. Namun, dua hal yang kutahu saat ini: aku mencintaimu
dan kau membiarkanku tahu betapa kau juga mencintaiku. Dan aku sangat bersyukur
atas itu.
Pesan
itu tak segera aku kirimkan padamu, melainkan menyimpannya dalam kotak pesanku
dan akan menekan tombol ‘kirim’ sesampainya kita di rumah masing-masing nanti.
❝ Tuhan memberikan perasaan cinta
kepada semua umat manusia. Jika kau mencoba hapus rasa cinta yang Tuhan berikan
untukmu, maka hal itu sama seperti kau menolak mentah-mentah pemberian Tuhan. ❞
—Ilmiyatin—
0 komentar