(Oneshot) Foto Paspor
September 09, 2013
===========================================
“Sudah, tunggu
saja aku disana. Tunggu aku di starbucks
langganan kita, kalau bisa ambil meja yang dekat etalase dan paling pojok.”
“Sudah nggak us
…”
“Aku siap-siap
nih. Pokoknya tunggu aku disana, Oke. Aku janji akan datang secepat angin. See
you soon.”
.
Tuut..tuut
Lelaki
bersuara berat itu bahkan tidak memberikan waktu sedikitpun untuk lawan
bicaranya melanjutkan kalimat penuh dengan langsung memutus telepon.
-
Dasar keras kepala. Sudah kukatakan
sehari sebelumnya kalau aku bisa mengurus registrasi passporku sendiri!
gadis
itu merutuk dalam hatinya sendiri.
Kim Jong In jelek! Padahal dia gak
punya banyak waktu luang gara-gara promosi repackage albumnya.
Gadis
itu menaikkan tali tas bahunya yang sedikit menurun, beserta suara terseok dua
heels cantik yang menempel di dua kakinya dalam langkah cepat. Ia menuruti apa
yang diperintahkan persis seperti yang diminta oleh lelaki yang sebelumnya
bercakap ditelepon dengannya, langkahnya menuju café starbucks yang biasa mereka datangi. Tak lupa pula ia memilih meja
dekat etalase yang berada disudut ruang kafe tersebut setelah dipesannya mocha frappuchino dan starbucks original.
Dilemparkannya
pandangan matanya dengan asal menuju luar etalase yang menyuguhkan suasana lalu
lalang manusia-manusia pejalan cepat. Sifat over
protektif dari kekasihnya bernama Kim Jongin terkadang membuat wanita itu
kesal. Bagaimana tidak, meskipun usianya lebih muda namun lelaki itu selalu
bertindak dan memposisikan diri sebagai seorang pria yang bertanggung jawab
atas diri kekasihnya. Namun, God
pleaseeee… terkadang sifat protektifnya memang kelewat batas.
.
“Hai,
Li. Sudah kubilang aku secepat angin kan?”
Tanpa
ia sadari, lelaki yang sedang ‘menyuruhnya’ menunggu di salah satu sudut starbucks tersebut memang datang dalam
waktu yang teramat singkat. Secara tiba-tiba lelaki itu mengagetkannya dengan
sapaan riangnya yang membuat si wanita menolehkan pandangan yang semula menuju
luar etalase kesumber suara.
Dan
…
“Hmmppphhh…”
Ya, gadis itu sedang menahan tawa
Bagaimana
tidak, lelaki tinggi yang tengah mengisi salah sisi hatinya itu sedang
mengenakan jeans biru, atasan jaket hitam yang menyembunyikan kaos merah
favoritnya, sepasang sepatu yang mirip dikenakan oleh Naruto, sebuah topi yang
dipasang rendah hingga menutupi sebagian wajahnya, serta jenggot palsu yang nampak
tumbuh dari sebuah tompel lumayan besar. Tompel itu menumbuhkan beberapa helai
rambut sehingga sukses menutupi dagu belahnya.
Li—nama
gadis itu—tak habis pikir dimana kekasihnya mampu mendapatkan jenggot palsu
yang bahkan teramat tak jauh beda dari bentuk aslinya. Jenggot itu terlihat
sangat alami.
“Apa
aku terlalu kelihatan sedang menyamar? Aku keliatan aneh, ya?.”
Sangat
berat bagi gadis itu menyembunyikan tawa gelinya karena penampilan Kai—sapaan
lain dari Kim
Jongin— dengan jenggot nampak amat alaminya, namun wanita itu
memilih kekeuh dengan aksi hendak memboikot Kai atas tindakan super protektif untuk kesekian kalinya.
“Seharusnya
kau bisa latihan dengan tenang di dorm saat
ini, tau!.” Wanita itu masih
menunjukkan wajah merengutnya.
“Tak
masalah. Aku kan dancing machine. Semua
gerakan sudah kuhafal diluar kepalaku. Kekeke.” Ujarnya dengan cengiran.
“Ih,
cheesy.” Jawab gadis itu sembari
menyeruput starbucks’s mocha frappuchino
kegemarannya.
Walaupun
tidak melihat secara langsung, namun dari sudut matanya, gadis itu dapat
melihat bahwa lelaki yang duduk berhadapan dengannya tidak meminum Starbucks’s originalnya dan memilih menatapnya lekat-lekat.
“Kau
sudah tak suka starbucks original yang kupesankan, Jonginie?.” Tanyanya
akhirnya, dengan kedua alis yang terangkat keatas.
“Ngomong-ngomong,
kapan terakhir kali kita bertemu?.” Lelaki itu malah balik bertanya padanya.
“Hmmm….
Kapan yah? Mungkin seminggu lalu waktu aku ke dorm membawakan kau dan member lainnya nasi goreng dan beberapa
camilan.” Jawabnya sambil memutar matanya kearah atas, seolah terdapat deretan
jawaban atas pertanyaan Jongin yang tertulis disana.
“Cukup
lama juga. Hmmm, makanya aku antusias sekali buat nemenin kamu pagi ini.
Hehhe.” Lelaki itu terkekeh malu ketika menjawabnya.
“Geeezzzzz…. Dasar. Aku juga kangen
kamu.” Ujarnya sembari mengaduk mocha flappuchino-nya.
“Juga?
Kapan aku bilang kangen kamu?.”
Dan
jawaban Jongin sukses membuat lengannya merasakan nyeri sesaat karena daratan
tangan gadis yang sedang duduk menyesap segelas mocha didepannya.
-
Tak
butuh waktu lama bagi Jongin juga kekasihnya untuk menyelesaikan registrasi
beserta pembelian tiket di pagi menjelang siang ketika itu.
“Sini
lihat paspor mu dong, sayang.” Jongin mengambil paksa buku paspor warna biru
gelap yang semula berada di tangan manis kekasihnya.
“Hey
… ” terlambat. Jongin yang bergerak lebih gesit darinya berhasil merebut paspor
itu untuk menilik isinya.
Di
lembar pertama, Jongin menemukan sebuah foto 3 x 4 beserta biodata si empu.
“Bahahahhahaha.
Sungguh, difoto ini kau terlihat aneh sekali. Hahaha.”
“Belum
puas ketawanya?.”
Jongin
tak menjawab dan terus tertawa. Membuat si wanita kembali berujar,
“Cih!
Sudah kuduga kau akan meledekku meskipun sudah berkali-kali kau melihat foto
itu!”
“Habisnya
wajahmu difoto ini loh keliatan datar dan aneh banget, senyummu juga kaku
sekali. Hahahaha.”
.
Bohong. Jongin bohong perihal kata-katanya yang menuduh
bahwa foto gadisnya terlihat sangat aneh di dalam paspor itu.
Sebenarnya
jauh didalam hatinya, Jongin—si pengagum wanita yang kini meronta disampingnya
itu—sangat menyenangi ekspresi apapun yang dibuat oleh wanita itu. oh—dan
bahkan sebenarnya ia sungguh mencandu untuk melihat foto paspor-yang-kata-jongin-sendiri-terlihat-aneh.
baginya ekspresi gugup yang amat terlihat difoto itu justru terlihat sangat
manis dan tak membosankan bagi Jongin untuk melihatnya berkali-kali. Namun ia
tak pernah mengakuinya.
“Sini
kembalikan pasporku, Jongin.”
“Panggil
aku oppa dulu baru kukembalikan.”
“Hey,
mana bisa?! Dasar bodoh!!” gadis itu terus berjinjit-jinjit dan meronta agar
Jongin menurunkan tangannya sehingga paspor itu dapat tergapai oleh pemiliknya.
“Kenapa
kau hobi sekali sih mencuri pasporku kalau akhirnya kau meledeknya juga.”
Ujarnya dengan nafas sedikit sesak karena capai.
Percuma.
Jongin pura-pura tak mendengar ceracaunya.
“Adawwwww….
Sakit tauk!” Jongin meringis dengan heboh. Sontak saja ia menurunkan tangan
yang semula diangkatnya tinggi-tinggi hendak mengelus bagian kakinya yang
terasa sakit.
Ya.
Li—nama gadis itu—menendang salah satu bagian depan tulang kaki Jongin. Gadis
itu tidak punya pilihan lain untuk menghentikan guyonan kekanak-kanakan Jongin untuknya selain memukulnya dengan
keras.
“Kebiasaan
sekali kau memukul kekasihmu sendiri, Li.” Lelaki itu meringis berusaha
mendapatkan simpati dari kekasihnya. Namun hasilnya nihil.
Dan
huuuppp… paspor itu pun kembali
kepemiliknya.
“Haha.
Akhirnya… jangan lakukan ini ditempat umum lagi sayangku. Oke?.” Gadis itu
memeluk sekilas lelaki yang sedang sedikit berjongkok didepannya.
Tetapi
sebelum wanita itu menjauh beberapa belas inci darinya, Jongin segera menarik
kembali kekasihnya dan menegakkan badannya dengan segera untuk memeluknya.
“Jangan
macam-macam dengan dancing machine dan
visual EXO ini, Li.” Bisiknya tepat
ditelinga wanita itu.
“Jangan
pede. Bukankah visual EXO itu Luhan
oppa? Dan dancing machine EXO itu
Lay?.” Gadis itu menjawab bisikan Jongin dengan bisikan pula.
Jongin
semakin merapatkan pelukannya karena gemas, dan menjawab, “Kau ini! Aku juga visual plus dancing machine EXO tau. Kau
tau itu!.”
.
“Ayo,
kuantar pulang. Aku tadi meminjam mobil manajer hyung.” Jongin bersiap menuntun
kekasihnya menuju lobi parkir, namun genggaman tangannya dilepaskan sepihak.
“Nggak
usah, Jongin. Arah gedung SM dan apartemenku itu berseberangan. Mendingan kamu
langsung ke gedung SM saja untuk latihan. Aku tahu kau ada latihan rutin disana
15 menit lagi, kan?. Aku bisa pulang sendiri naik taksi kok. Janji.” Ucap wanita
itu meyakinkan kekasihnya ketika menangkap reaksi bisu dengan mata khawatir
dari kekasih yang berdiri didepannya.
“Sudahlah.
Kau ini kadang-kadang terlalu lebay, Jonginie.” Ujarnya lagi meyakinkan.
“Hmmh.
Karena kau menolak diantar, biarkan aku mengantarmu hingga duduk dibangku
taksi.”
“Baiklaaahhh….”
Jawabnya pasrah yang disambut wajah smiley
eyes khas Kim Jongin.
.
Tak
butuh waktu lebih dari 3 menit bagi Jongin dan kekasihnya untuk menyambut taksi
yang telah dipesan oleh Kim Jongin melalui ponselnya.
“Jangan
lupa telfon aku ketika sampai apartemen ya, Sayang.” Jongin membukakan pintu
untuk kekasihnya.
“Nanti
aku sms saja sesampainya di apartemen ya, Jonginie. Aku gak mau ganggu kamu
latihan. Apalagi malam nanti kau bersiap ke acara star king kan?.” Setelah mengatakannya, wanita itu hendak menaikkan
jendela berkaca hitam dari mobil yang ditumpanginya. Tetapi Jongin segera
menahannya.
“Kenapa?”
“Nanti
malam kutelfon kau, Sayang. Janji.” Ucap Jongin dengan tatapan yang entah apa
artinya.
“Sudahlah.
Tak perlu membuat Janji, Jonginie. Telfon aku ketika kau ada waktu saja. Jika
nanti malam memang tak bisa, ya gak papa tak usah kamu nelfon aku.” Ekspresi
wanita itu terlihat lesu dan sedih ketika mengucapkannya.
Kesibukan
yang diakibatkan oleh kepopuleran Kim Jongin tak ayal membuat komunikasi mereka
semakin merenggang, setidaknya selama hampir setahun belakangan ini. Gadis itu berusaha
memakluminya karena tak ada pilihan lain baginya. Dan keadaan ini membuat
Jongin mengerti mengapa air muka kekasihnya terlihat lesu ketika obrolan mereka
mengarah pada soal komunikasi. Sungguh, Jongin bernar-benar mengerti.
.
Lima
detik setelah taksi yang ditumpangi kekasihnya melaju meninggalkan tempat ia
berdiri, Jongin segera mengirim pesan singkat untuk wanita favoritnya,
Hati-hati dijalan. Nanti malam jika
aku tak kunjung meneleponmu hingga pukul 12 dini hari, lekaslah kau tidur.
Jongin
mencari-cari nama kekasihnya kemudian menekan tombol send.
—selesai—
0 komentar