Sepenggal Prosa untuk Ayah

March 12, 2011

Aku akan bercerita padamu sepenggal kisah, kawan. Tentang sosok Ayah. Laki-laki yang sangat kukagumi. tak ada sosok laki-laki lain yang dapat menandingi rasa kagumku pada sosok-nya.
Ayah adalah seorang yang sangat workaholic (giat bekerja), beliau mengorbankan waktu, pikiran dan tenaganya demi nasi yang tersaji di atas meja, demi biaya pendidikan aku dan adik-adikku, demi memenuhi ego-ku yang kurasa sungguh hedonis, maafkan aku yang belum bisa melawan jiwa hedonis dalam diriku meski aku berusaha melawannya, Ayah.
Ayah adalah seorang laki-laki yang dekat dengan tuhan. Disaat orang-orang berbondong-bondong kemasjid, Ayah memilih sholat dirumah untuk menjadi Imam keluarganya. Sungguh mulia, kawan. Beliau sungguh tahu bahwa perempuan lebih utama sholat berjamaah dirumah daripada di masjid maupun surau, dan Beliau rela menemani kami sholat berjamaah. Beliau juga paling tidak suka jika aku dan ibu membicarakan tentang keburukan seseorang.
Beban hidup yang dipikulnya terlihat jelas dari wajah yang semakin terlihat menua juga lingkaran hitam dibawah matanya, Namun beliau tak pernah mengeluh sedikitpun, bahkan dalam keadaan sakit sekalipun. Paling banter juga beliau memintaku untuk memijit bagian tubuhnya yang terasa pegal-pegal. Tentu saja aku berusaha keras untuk tak menolaknya, jujur saja terkadang aku merasa malas jika beliau memintaku seperti itu, namun tak jarang juga terlintas olehku “permintaanya tak setara dengan permintaanku yang selalu menuntutnya untuk menuruti keinginanku. Aku tak akan dapat membalas Pengorbanan yang beliau lakukan untuk hidupku”
Aku sadar, bahwa ada beberapa orang yang masih berusaha meruntuhkannya atas apa yang telah diperoleh dari kerja kerasnya. Namun yang membuatku terperangah, tak pernah sekalipun beliau berniat unuk membalas perbuatan mereka. Pernah suatu ketika aku kesal saat beliau berbuat baik pada orang yang telah menyakitinya, namun beliau hanya menggapi “buat apa kamu membalas mereka? Toh, mereka sudah ada yang membalas. Yang penting kita sudah berbuat baik pada mereka” seketika itu juga aku langsung speechless, tak dapat berkata apapun, setelah kejadian itu butiran bening membasahi tulang pipi, betapa mulia hati Ayah dan betapa bodohnya diriku hal seperti itu tak terlintas sama sekali dalam pikiranku.
Itulah kawan. Sedikit penggalan kisah tentang sosok seorang Ayah dalam benakku dan kupikir benak kalian juga. (lia)

You Might Also Like

1 komentar