My Love To You
April 22, 2014
----
This
is how I feel, whenever I’m with you
Everything’s
all about you, too good to be true
Somehow
I just cant believe, you can lay your eyes on me
If
this is a fairytale, I wish I could live in happily
-----
Selama hidup
hingga detik ini belum pernah aku merasakan kehilangan seseorang terasa begitu
menyakitkan.
“Let’s break up
for a moment.” Aku masih ingat kata-kata itu dengan gamblang kuucapkan. Kala
itu aku mengira dengan berpisah denganmu, semua kekesalan dan kekecewaan yang kurasakan
akan segera pudar. Namun nyatanya tidak, aku semakin tersiksa dengan dirimu
jauh dariku.
Bahkan meskipun
telah seminggu kita tak lagi berhubungan, Aku masih saja selalu mengecek
ponselku tiap kali sinar pagi menyelinap masuk lewat jendela kamarku. Masih berharap
sebuah sapaan pagi seperti, “Pagi, matahariku”, “Bangun, sayang ~”, “How’s your
sleep?”, “Aku memimpikanmu tadi malam”, atau sapaan romantic lainnya darimu
akan mampir di ponselku. Namun, pagi ini sapaan semacam itu tak hadir, bahkan
meskipun mataku menatap lurus ke layar handphoneku selama dua menitan.
Akhirnya, dengan kesal aku melempar ponsel itu dengan asal di tempat tidurku. Tetapi
ternyata dugaanku salah. Ponselku bergetar ketika langkahku telah mendekati
pintu kamar mandi. Dengan antusias aku membuka ponselku dan muncul sebuah pesan
baru darimu. Pesan yang diam-diam kunantikan.
Babe, Aku masih menyayangimu. Don’t go?! U
know, kata-katamu itu tak akan menyelesaikan masalah, kan?
Aku senang
membacanya, kau masih mengejarku. Namun, aku tetap tak mau membalas pesanmu dan
tetap tak ingin mengangkat panggilanmu hanya karena kekecewaan yang kurasakan.
-
20
Januari 2014
Malam ini aku
datang ke konser kekasihku, meskipun sebelumnya aku menolak tiket konser yang
ia berikan padaku seperti biasanya. Dengan antusias aku memakai dress hitam
yang baru saja kubeli untuk malam ini. Meskipun berkali-kali aku memperhatikan
refleksi diriku, aku masih saja merasa tak siap dengan surprise yang baru sekali
ini kuberikan padanya di tempat kerjanya.
Dengan ekspektasi
tinggi, aku membayangkan dirinya yang sedang menari dan bernyanyi bersama
kesebelas kawannya tiba-tiba terpana kearahku yang duduk diantara fansnya yang
lain. Aih, membayangkan wajah terkejutnya saja sudah membuatku senang. Lelaki
itu selalu membuat ekspresi imut namun terlihat tampan bersamaan. Mungkin itu
yang membuatku mencintainya, ah, tetapi sepertinya tidak juga. Wajah lucu
sekaligus tampan itu hanya satu dari sekian alasan mengapa dadaku berdegub
kencang ketika didekatnya, bahkan kala hanya mendengar namanya sekalipun.
Begitulah, aku
pergi ke konser comebacknya tanpa
memberitahunya terlebih dahulu. Kekasihku dan teman-temannya akan membawakan
lagu baru mereka di urutan ke 7, cukup lama memang. Tapi tak apa. Satu jam
sudah aku menunggu hingga akhirnya kekasihnya tampil menyanyi diatas panggung
besar itu. Ia Nampak bersinar dibawah sorot lampu panggung bersama kesebelas
kawannya, namun bagiku tetap dia yang paling menawan. Ia menyanyikan lagu yang
pernah aku dengarkan dari ipod miliknya lima hari yang lalu. Akhirnya 4 menit
pun usai dan aku sangat menikmati penampilannya, meskipun dia tak menyadari
keberadaanku di tengah-tengah penonton malam ini. Ah, mungkin aku memang tidak
kelihatan. Segera setelah dia dan membernya meninggalkan pentas, aku keluar
dari kursi penonton dan menyelinap ke backstage
dimana aku dapat bertemu kekasihku. Setelah melewati penjagaan ketat
akhirnya aku menemukan ruang dimana kekasihku dan kesebelas rekannya berada.
Dengan semangat aku melangkah cepat menuju ruangan itu, tetapi langkahku
tiba-tiba terhenti ketika aku mendengar tawa kekasihku dan … tawa seorang
wanita. Suara itu tidak berasal dari ruang dimana dia seharusnya berada, aku
mengikuti arah suara mereka dan tibalah aku di depan sebuah ruangan berpintu
warna pink dan tertulis nama sebuah girl
group yang notabenenya terkenal dengan keseksian mereka. Mataku terkesiap
dan kurasakan detak jantungku terasa berhenti sejenak ketika kulihat kekasihku
memegang pinggang seorang wanit dari belakang dan nampak sedang menari bersama.
Xiu dan wanita itu tampak sangat menikmatinya. Mereka seperti sepasang kekasih.
“Xiu op… pa!”
kata-kataku tertahan saat memanggil namanya. Suaraku memang tidak keras, namun
nampaknya cukup dapat didengar oleh mereka berdua.
Xiu dan wanita
itu segera menoleh kearahku dan dengan kikuk kekasihku melepaskan tangannya
dari pinggang wanita berbalut dress pendek hitam itu.
“Sa.. Sayang,
kamu dateng? Kemarin katanya…”
Namun, aku
segera memotong kalimat Xiu, dan menimpalinya, “Memang kenapa kalau aku datang?
Kau tak suka, oppa? Oh, aku tahu. Baiklah, aku tak akan menganggu kalian.”
Aku segera
berpaling dari mereka dan bergegas keluar dari ruangan itu walaupun Xiu
mengejarku. Tapi akhirnya Xiu berhasil meraih lenganku dan membuatku menghadap
padanya.
“Don’t cry.”
Katanya menghapus air mataku
“Oppa …”
“… Let’s break
up for a moment.”
“Apa maksudmu?
Jangan ucapkan kata-kata menakutkan seperti itu, sayang.”
“I mean it,
oppa.”
Kurasakan
tangan Xiu bergetar. Lelaki itu menatapku nanar.
“Lepaskan
tanganku, Oppa. Cengkeramanmu membuatku sakit.” Dan akhirnya dengan tangan
bergetar Xiu melepaskanku. Lelaki itu Nampak lemas dan matanya memerah.
“Park Soo
Young, Don’t Go” ucapnya.
“Good bye.”
Kemudian aku
memunggungi Xiu yang menangis ditempat, aku tak tahan melihat wajah sedihnya,
tetapi aku terlalu kecewa dengannya.
-
Ponselku masih
berdering dan memunculkan namamu, ‘Xiu oppa’ disana, tetapi aku masih
mengabaikannya. Oppa. Meskipun aku masih
mencintaimu, biarkan aku jauh darimu untuk saat ini.
Sempat terbesit
berkali-kali dalam otakku untuk mengangkat teleponmu atau membalas pesan
singkatnmu, hanya untuk mengatakan bahwa aku masih menyayangimu. Tetapi …
bagaimana jika cintamu padaku tidak lagi sebesar dulu? Aku masih sangat takut
jika memang benar cintaku berat sebelah.
Mencintai
seseorang bukanlah hal mudah untukku, terlebih seorang Xiu. Lelaki itu mampu
melumpuhkan kerasnya hatiku menerima kekasih baru, bagiku dia adalah pria spesial
selama hidupku detik ini.
He
made me love him with all my heart,
He
truly is the one.
Tentu saja,
mengeliminasi seorang Xiu terasa berat bagiku. Dulunya, tiada hari tanpa
kejutan dari dirimu. Kau seorang pria yang paling mengerti diriku dan
menyayangiku apa adanya, semua itu kau tunjukkan dari segala bentuk perhatian
yang telah kau berikan padaku. Tak heran, jika hingga detik ini aku masih
selalu merasakan kehadiranmu di sampingku dimanapun aku berada, meskipun pada
kenyataannya dirimu tak lagi disisiku.
Memikirkan itu
semua selalu membuat air mataku berlomba-lomba membelesak keluar tanpa dapat
kutahan. Juga dadaku yang terasa sakit setiap kali aku merindukan sosok hangatmu
yang dulu selalu memelukku, mengelus pucuk kepalaku, dan memberiku kata-kata
manis.
Aku merindukanmu, oppa. Sangat.
Ding … dong …
Segera kuhapus
air mataku ketika kudengar seseorang memencet bel apartemenku, dari kamera
depan terlihat seorang kurir.
“Anda nona Park
Soo Young?”
“Iya, benar?”
Lelaki kurir
itu kemudian memberiku sebuah kardus pesanan yang tertutup rapat, lalu berpamit
padaku. Aku membungkuk padanya yang membungkuk padaku.
Lekas-lekas aku
memperhatikan dengan seksama siapa pengirim kardus itu. Disana aku menemukan
nama Kim Minseok. Xiu oppa adalah pengirimnya.
Aku berhenti
sejenak, alih-alih langsung membuka kardus itu. Keraguan menguasai batinku
untuk tak segera membukanya. Tetapi, akhirnya keingintahuanku mengalahkan
segalanya. Aku membuka kardus itu dan menemukan sebuah sweater manis dan sebuah
kartu ucapan mungil.
Park
Soo Young yang kucintai, semoga kau senang dengan sweater pemberianku. Ini aku
kirim dari Cina, loh ~
Karena
sekarang musim dingin, pakailah sweater ini. Tenang saja, kau tak perlu malu
jika ingin memakainya. Aku sedang tak ada di Korea minggu ini.
Oh,
iya. Satu lagi. Aku menganggap diriku tak pernah mendengar kata-kata menakutkan
yang kau ucapkan waktu itu.
Happy
Sunday, my Lady.
With
much love,
-Xiumin
Oppa-
Oppa, aku benar-benar tak ingin kehilangan
dirimu. Kupeluk rapat-rapat sweater itu, seakan aku memeluk Xiu oppa. Tanpa
berpikir panjang, aku memakai sweater itu. Hangat sekali. Cocok untuk festival budaya Jepang J-Pop yang akan kudatangi,
pikirku.
Seoul tertutup
oleh salju pagi ini, namun karena sekarang adalah hari Minggu, banyak orang
rela berdesak-desakan untuk datang ke festival J-Pop hari ini. Aku mencoba
melawan arus manusia demi mencari sebuah kopi pagi ini. Meminum kopi pagi hari
adalah favoritku, sebuah ritual yang dulunya selalu aku lakukan dengan Xiu
oppa, dulunya.
Asap dan aroma
kopi menerpa wajahku pagi ini. Meskipun sudah banyak sekali pengunjung datang,
tetapi masih belum banyak stand yang
buka. Hanya kopi dan beberapa stand makanan
lainnya.
Namun, tunggu…
Tiba-tiba ada
sosok familiar yang sedang berdiri memandangku. Dia Xiu oppa, sosok lelaki yang
kusayangi.
***
Pagi ini saya
merasa sangat lelah. Terlalu banyak jadwal on stage maupun acara off air dan on
air, belum lagi permasalahan dengan Park Soo Young, kekasih saya. Sebetulnya,
bukan masalah jadwal gila saya sebagai idol,
tetapi kata-kata Soo Young seminggu lalu yang sampai detik ini masih
menghantui pikiran saya, tak heran membuat saya semakin merasa lelah.
Saya meraih
ponsel saya. Ah, sudah pukul 06:30, saya terlambat bangun lima belas menit dari
biasanya. Tanpa membuang banyak waktu saya menekan tombol bergambar surel di
ponsel saya, dan mengetikkan pesan singkat untuk kekasih saya.
Babe,
Aku masih menyayangimu. Don’t go?! U know, kata-katamu itu tak akan
menyelesaikan masalah, kan?
Kata-kata
semacam itu sudah menjadi ritual pagi saya sejak tepat seminggu yang lalu.
Saya menunggu
jawaban pesan darinya selama kurang lebih 5 menit, namun nihil. Gadis itu masih
bersikeras menolak membalas pesan yang kukirimkan.
“Let’s break up
for a moment.” Adalah kata-katanya kala itu, seminggu yang lalu, bagaikan
sebuah godam yang menghantam hatiku. Tetapi saya bukan tipe pria yang menyerah
begitu saja, bagaimanapun juga, saya harus bisa mendapatkan kekasihku kembali.
Saya memang lelaki
bodoh! Semua itu terjadi karena seminggu yang lalu. Jika saja saya duduk manis
mungkin saya masih baik-baik saja dengannya.
-
20
Januari 2014
“Xiu op… pa!”
Tiba-tiba aku
mendengar suara gadis favoritku yang terdengar tertahan, aku menoleh dan
mendapati dirinya berdiri mematung. Tentu saja aku kaget, ketika aku memberikan
tiket konserku, gadis itu sempat menolak karena ia sudah memiliki janji dengan
orangtuanya dan aku tak dapat mencegahnya tentu saja. Aku segera melepaskan
tanganku dari pinggang Eun Ji, gadis yang akan mengeluarkan single baru satu
bulan lagi dan aku akan menjadi pasangan menarinya yang telah ia kontrak selama
masa promosi single barunya berlangsung. Dari sorot matanya, aku melihat
ekspresi cemburu dan kekecewaan yang mendalam.
Tidak, dia tak
boleh salah paham.
“Sa.. Sayang,
kamu dateng? Kemarin katanya…”
Namun, ia tak
mengijinkanku meneruskan kalimat basa-basiku. Aku melangkah kearahnya, hendak meraih
tangannya, tetapi gadis itu melangkah mundur ketika aku sudah semakin dekat
dengannya.
“Memang kenapa
kalau aku datang? Kau tak suka, oppa? Oh, aku tahu. Baiklah, aku tak akan
menganggu kalian.” Ucapnya kala itu sembari berjalan mundur. Kemudian
memunggungiku dan meninggalkanku.
saya segera
mengejarnya, aku takut kehilangan dirinya. Gadis itu berjalan semakin cepat
ketika ia menyadari bahwa aku hendak meraihnya. Namun ia gagal, aku berhasil
meraih lengan kanannya dan membalikkan badannya menghadapku kemudian menariknya
kedekatku.
“Don’t cry.”
Saya menghapus airmata yang keluar dari dua matanya yang selalu Nampak bersinar
bagiku.
“Oppa …”
“… Let’s break
up for a moment.”
Kata-katanya
menusuk dadaku, aku tak pernah menyangka wanita yang selalu kurindukan bahkan
saat ia didepanku itu tega mengucapkan kata-kata mengerikan itu.
“Apa maksudmu?
Jangan ucapkan kata-kata menakutkan seperti itu, sayang.” Ucapku berusaha
tenang. Aku masih belum percaya dengan pendengaranku, semoga saya memang salah
dengar.
“I mean it,
oppa.”
DEG! Hatiku
mencelos.
Semua itu
benar, telingaku tidak salah dengar. Soo Young yang selalu kunantikan didepan
mataku benar-benar mengucapkan kata ‘putus’, satu kata yang tak pernah
kubayangkan akan keluar dari bibirnya maupun dari bibirku.
“Lepaskan
tanganku, Oppa. Cengkeramanmu membuatku sakit.”
Kurasakan
tanganku yang masih memegang lengannya pun bergetar, badanku seakan merespon
sinyal paling negative yang diterima oleh hatiku. Tak pernah kusangka, aku akan
mengahdapi hari dimana kekasihku memintaku melepaskannya.
“Park Soo
Young, Don’t Go” ucapku dengan nada dan tubuh bergetar. Kurasakan mataku
memanas dan dua pipiku hangat. Mungkin aku sedang menangis, tetapi aku tak
peduli. Sulit bagiku membayangkan hari esokku tanpa dirinya yang telah
membutuhkan perjuangan ekstra bagiku untuk mendapatkan hatinya.
“Good bye.” Ujarnya
terakhir kali sebelum benar-benar meninggalkanku.
-
“Hyung, kapan
kau ceria lagi?! Lihat, mukamu terlihat sangat tua pagi ini. Tidak seimut
biasanya.” Saya mendongkak mendapati Lay yang tanpa sepengetahuanku berdiri
diambang pintu kamarku. Ah, anak ini
mengganggu saja! Saya malas menjawabnya, alih-alih menundukkan wajah dan
meremas-remas rambut cepak saya dengan gemas.
“Kau masih
kepikiran Soo Young, hyung?” tanyanya sembari melangkah menuju tempat tidurku.
Teman saya itu kemudian duduk disebelah saya dan menepuk-nepuk punggung saya.
“Memangnya
siapa lagi, Lay?!”
“Coba kau
telfon dia lagi, telpon dia berkali-kali sampai dia menganggap kau sudah gila,
Hyung.”
saya memandang
Lay dengan tatapan skeptis, tetapi kuturuti juga kata-katanya. Benar juga. Kalau aku meneleponnya
terus-menerus mungkin aku akan mendapat respon darinya, meskipun respon marah.
Begitulah, saya
akhirnya memencet tombol call
berkali-kali untuk nomor Soo Young. Tetap masih tak ada respon, gadis itu masih
saja mengabaikanku.
She really drives me crazy!!!!
“Lay, menurutmu
apa yang bisa saya lakukan agar Soo Young mau menerima saya kembali? Kau tahu
ceritanya waktu itu, kan? Soo Young hanya cemburu dan salah paham, itu saja.”
Lelaki
disampingku Nampak berpikir, tumben sekali dia tidak memasang ekspresi bodoh
kali ini.
“Bagaimana
kalau kau memberinya hadiah, Hyung.”
“Lay, kau tahu
sendiri. Dua hari lalu saya sudah datang ke apartemennya membawakannya sebuket
besar bunga favoritnya, tetapi gadis itu sama sekali tidak membukakan pintu untukku
meskipun sudah 5 jam saya menunggu didepan pintunya.”
“Aha! Kalau
begitu cari pacar lain saja, Hyung. Di S.M banyak gadis cantik kok.”
Saya langsung
menatap sebal Lay yang langsung salah tingkah. “keluar kau! Saya tidak butuh
nasihatmu!!”, usir saya, tetapi lelaki itu menghalangi niatku.
“Kali ini,
kirimi dia hadiah lewat jasa kurir, Hyung. Aku jamin, gadis itu akan membukakan
pintunya untuk kurir itu, dan kalau memang ia masih mencintaimu, Soo Young akan
membuka kado pemberianmu.”
Masuk akal juga!
Saya memupuskan
niat saya mengusir lelaki kebangsaan Cina itu dan ia mengekor saya masuk kembali
kedalam kamar. Lagi-lagi lelaki itu duduk disamping saya.
“Beri dia
sesuatu yang bisa kelihatan kalau dia memakainya. Hmm… Misalnya jam tangan,
tas, atau bando. Hyung, kau pasti tahu benda kesukaannya, kan?”
“Dia suka
sweater, syal, dan rajutan lainnya, sih… Oya, saya sempat membelikannya sweater
waktu kita ke Cina dua minggu lalu tetapi belum sempat saya kasihkan, Lay.”
“Berikan saja
padanya sekarang. Beritahu dia kalau sekarang kita sedang konser di Cina. Sewa
seseorang untuk berpura-pura menjadi kurir dan tunggu diam-diam didepannya. Aku
yakin kau nanti akan tahu dia masih cinta gak sama kamu, hyung.”
Saya bingung
dengan ucapan Lay, apa hubungannya menunggu di depan apartemennya dan
mengetahui dia masih cinta saya atau tidak?
“Bagaimana saya
tahu itu?”
“Gampang,
hyung. Kalau hari ini Soo Young memakai sweater pemberianmu, artinya ia masih
sayang padamu dan kau bisa mengejarnya.”
“Bagaimana
kalau dia tidak mau memakai sweaternya hari ini? Apa saya harus menunggu di
depan rumahnya setiap hari? Saya bukan lelaki pengangguran, Lay?!!!”
Lay tertawa dan
kembali menepuk bahuku. “Sudah lakukan saja dulu, Hyung”
Dan akhirnya
saya langsung menyetujui usul Lay dan menyuruh seorang anak lelaki berumur 18
tahunan untuk berpura-pura menjadi kurir dari kardus berisi hadiah sweater yang
kusisipi sebuah surat kecil untuknya. Saya mengekor dibelakang anak lelaki itu dan
bersembunyi ketika ia memencet tombol apartemen Soo Young. Dan wanita itu
benar-benar membukakan pintu untuk kurir gadungan itu.
Kemudian aku
menunggu gadis itu di tempat persembunyianku yang tak jauh dari pintu
apartemenku. Satu jam kemudian aku melihatnya keluar dari apartemnnya dan …
memakai sweater itu. Ingin rasanya aku melonjak kegirangan, tetapi tentu saja
saya harus menahannya.
Diam-diam saya
terus mengikuti kemana gadis itu melangkah, seolah saya adalah bayangan yang
selalu ia abaikan. Tak apa. Bis itu naik bis sebentar kemudian turun disebuah
festival. Festival J-Pop, semacam itu lah.
Disana saya
melihatnya melihat kopi, minuman favoritku dan favoritnya. Gadis itu sendirian
tanpa kawan, mata saya terus memperhatikannya. Dia menyukai Jepang dan
budayanya, karena itu matanya terlihat kembali bersinar ketika memperhatikan sekeliling
tempat festival ini. Hingga akhirnya… mata kami bertemu.
Ia menyadari kehadiranku.
Gadis itu
Nampak terkejut dengan kehadiranku, meskipun aku mengenakan masker dan topi, ia
masih dapat mengenaliku tentu saja.
Aku melambaikan
tangan padanya dan berjalan pelan menuju kearahnya. Gadis itu masih diam di
posisinya, ia tak bergerak dan berkedip sedikitpun. Setelah jarak diantara kami
hanya sejengkal. Saya meraih dua bahunya dan membawanya kedalam pelukan saya.
Soo Young masih saja diam.
“Aku
merindukanmu.” Ucap saya. Kemudian saya merasakan gadis itu menangis dalam
pelukan saya.
“Don’t go,
you’re my lady.”
Ia masih tidak
membalas kata-kata saya dan masih menangis. Saya semakin mempererat pelukanku
dan membenamkannya dirinya di dada saya. “Yang kau lihat waktu itu bukan
seperti yang kamu kira, sayang. Aku sudah dikontrak olehnya untuk menjadi
pasangannya untuk bagian dance couple.
Kami hanya rekan kerja.”
Tiba-tiba Soo
Young melepaskan pelukan kami dan menatap mataku lekat-lekat. “Benarkah, Oppa?”
Dua mata itu
Nampak berkilauan. Saya tersenyum melihatnya.
Itu berarti,
saya telah mendapatkan Soo Young-ku kembali.
“Tentu saja,
sayang. Lagi pula saya sudah berjanji tidak akan meninggalkanmu, dan saya bukan
lelaki pengobral janji, kau tahu itu.”
Kemudian gadis
yang selalu Nampak cantik dimataku itu memelukku. Erat.
—end—
0 komentar