Lean On Me
April 22, 2014
Nanti malam tepat saat pergantian
tanggal 14 April menuju 15 April, Kris dan aku memiliki janji untuk bertemu. Setelah
sebulan tak kunjung dapat bertemu, akhirnya kami berdua sepakat untuk kencan
tengah malam sembari menyaksikan planet Mars yang akan terlihat dari bumi,
sebuah fenomena alam yang sangat jarang terjadi.
Nanti malam jadi bertemu, kan? Aku jemput jam 10 ya?
Tiba-tiba sebuah sms dari
kekasihku masuk. Aku tersenyum membacanya.
Okay, jam 10, ya? Anyway, kau sedang apa? Masih di ruang latihan?
Empat—lima detik kemudian,
ponselku bergetar lagi. Balasan dari kris datang.
Iya, masih diruang latihan, ini masih break sebentar buat minum.
Sepertinya latihanku hari ini selesai pukul 9 an. Karena ada latihan tambahan
untuk vokalku.
Lalu, aku segera menjawabnya;
Baiklah, aku tunggu. Semangat ya, sayang ~
Hampir saja aku menekan tombol
‘send’ sebelum sebuah getaran kembali kurasakan dari ponselku.
Sayang, latihanku sudah mulai lagi. Oya, aku masih belum tahu nanti aku
akan menjemputku tepat pukul 10 atau lebih. Pokoknya nanti aku hubungi lagi ya.
Love u. bye ~
Aahh….. dia memang selalu begitu.
Dia sering sekali terlambat di kencan kami, padahal sudah satu bulan kami tidak
ketemu. Ah, mau bagaimana lagi. Kesibukannya sebelum mengeluarkan album repackage memang menguras waktu dan
tenaganya. Aku tersenyum masam. Kemudian mengirim pesan yang sempat tertunda
kukirimkan. Dan aku tak lagi mendapatkan balasan dari kris.
-
Aku terbangun oleh ponselku yang
bergetar dan berbunyi, pertanda sebuah sms masuk. Dari Kris.
Halo, sayang. Aku berangkat kerumahmu sekarang ya?
Buru-buru aku bangun dan
merapikan rambutku dengan jemari-jemari sekenanya. Kemudian membalas;
Oke, aku tunggu ya. Hati-hati, sayang ~
Sedetik kemudian Kris membalas
dengan emot cium. Dasar!
Dua puluh menit kemudian,
kekasihku akhirnya sampai di depan rumahku. Aku segera keluar rumah menemuinya.
“Hai” sapanya.
“Hai juga.”
Lelaki itu kemudian membukakanku
pintu disamping kemudi dan memperlakukanku seperti seorang puteri. As always.
“Maaf terlambat. Tapi cuman
sebentar, kan?” ucapnya dengan cengiran. Aku tersenyum kecil membalasnya.
“Babe, kamu capek ya? Mau istirahat
aja?” Ujarku.
Memang, wajah Kris malam ini
terlihat sangat lelah. Kantung matanya terlihat semakin menghitam dan bibirnya
pun keunguan malam ini.
“No! aku kangen kamu. Ayo kita habiskan
waktu semalaman ini liat bintang paling terang.” Ujarnya sembari mengaitkan sabuk
pengaman padaku. Wajahnya sangat dekat hingga membuat dua pipiku memanas.
“Look. How I miss those blushing
cheek.” Kris.
Aku meninju pelan lengannya
sebagai balasan kata-kata manisnya. I
miss your sweet words too, Kris.
Mobil yang kami naiki pun melaju
melawan arus angin malam ini. Meskipun waktu menunjukkan pukul 11 malam, namun
kantuk yang semula kurasakan tiba-tiba lenyap, berganti dengan semangat
menggebu yang kumiliki demi melihat sosok disampingku yang memang selalu kurindukan.
Tak butuh waktu lama bagi kami
untuk menuju tempat tujuan yang semula dirahasiakan oleh Kris. Tempat yang
lelaki itu janjikan adalah sebuah hamparan rerumputan yang berujung pada sungai
Han. Salah satu spot favoritku.
“Yuk.” Ajaknya.
Lelaki itu mengambil tas, dari
jok belakang mobilnya, yang berisikan tikar yang tidak terlalu besar, minuman
soda cukup besar dan … sebuah mawar merah cantik. Oh, God … bagaimana bisa aku
tidak merindukan sosok romantisnya?
“Wah, kekasihku yang super sibuk
ini mampu menyiapkan piknik malam? Hebat sekali.” Ujarku ketika menginjakkan
kakiku pada alas tikarnya.
“Kau tidak pakai kaus kaki,
sayang?”
“Ah, iya. Kaus kakiku di tas.
Sebentar.” Ujarku sembari hendak kembali ke mobilnya, namun lelaki itu
menghentikan langkahku dengan memegang pergelangan tanganku. Ia berdiri
kemudian berujar, “Aku ambilkan saja.” dan diakhiri dengan kedipan mata.
Aku yang sudah kesekian kali
mendapat kedipan mata jahil darinya, tetap saja merasa geli sekaligus gemas
menerimanya.
Tak lama kemudian lelaki itu
kembali dengan senyum khasnya dan sebuah kaus kaki merah ditangannya. Tanganku
yang bersiap meraih kauskaki itu darinya, ditepis olehnya. “Duduklah.”
“Tapi…”
Belum juga aku mengakhiri
ucapanku, Kris memegang kedua bahuku dan menuntunku duduk di tikar itu. “Aku
pakaikan ya, sayang?”
Seketika wajahku memanas karena
malu yang tak dapat kusembunyikan. Lelaki itu memang berkata seolah ia meminta
ijin padaku, tetapi ia sama sekali tidak menunggu aba-aba ‘iya’ dariku dan
langsung meraih kakiku bergantian dan memakaikan kauskaki itu. Manis.
“Ini sudah tengah malam, jadi
kamu jangan sampai kedinginan.” Ujarnya. Kemudian ia duduk merapat padaku.
Hingga membuat bahuku bersentuhan dengan bahunya.
“kau lihat bintang paling besar
itu? Mungkin itu ya planet Mars nya.” Tunjuknya pada langit. Mataku mengikuti
arah dimana telunjuk kris mengarah.
“sepertinya memang iya. Cantik
ya?”
Kemudian hening merajai kami. Aku
seperti tersihir oleh keindahan bintang yang Nampak paling terang itu,
sedangkan Kris, ketika akhirnya aku menatap dirinya, air muka lelaki itu
bukanlah ketakjuban melihat titik sinar dilangit. Melainkan sesuatu yang lain.
“Kris, kenapa? Ada masalah?”
Ia masih tak menjawab, melainkan
menghembuskan nafas dengan berat.
“I’m here.” Ucapku lagi.
“Boleh aku bersandar?” lagi-lagi,
lelaki itu tidak menunggu jawaban dariku dan langsung menyandarkan kepalanya
pada bahuku. Dalam beberapa detik, ia masih diam. Kemudian lelaki itu
menitikkan air mata. Sebuah kejadian yang sangat jarang kusaksikan. Kris,
lelaki penuh karisma di depanku dan fansnya, juga penuh keromantisan dan kasih
sayang mendalam yang selau ditujukan padaku, menangis dibahuku malam ini.
“Aku lelah.”
Aku menoleh padanya dan mengusap
air matanya yang mengalir dari kedua sudut matanya.
“Kenapa? Apa yang terjadi,
sayang?”
“Aku tak menyangka menjadi idol akan seberat ini. Aku tak tahu
bahwa banyak tuntutan yang dilayangkan padaku. Aku harus begini, aku harus
begitu, dan aku harus jauh dari orang-orang yang kucintai. Kau tahu, berada
ditengah-tengah 11 orang yang masih baru dikehidupanku bukanlah perkara mudah.
Aku bukan tipe orang yang mudah dekat dengan orang lain, terlebih jika aku
dipaksakan dekat dengan mereka…” Kris mengambil jeda sebentar untuk bernafas,
aku membiarkannya tetap berada di posisinya dan bercerita.
“Merupakan suatu yang wajar jika
pendapat dan watak kami berdua belas sering bersebarangan. Aku masih belum bisa
menerima semua itu ditengah tanggung jawabku sebagai seorang idol. Hingga … waktu itu aku ingin kabur
dan memang kulakukan. Tapi kemudian aku menyesal”
Lelaki itu masih menyandarkan
kepalanya padaku, bahuku mulai terasa pegal, namun tak apa. Aku rela, karena
kekasihku sedang menangis.
“Lalu sekarang, apa yang akan kau
lakukan? Dan bagaimana perasaanmu?”
“Aku sadar, semua itu resiko yang
harus aku tanggung. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk tetap menjadi bagian
dari memberku. Dan mempersembahkan usaha terbaikku hingga mencapai batas
terakhirku nanti.”
“Dan kau tahu bahwa sekarang
bukan batas terakhir usahamu.”
“Ya, aku sadar. Makanya aku
kembali kesini, terlebih manajer hyung yang langsung meneleponku dan memohon
padaku agar aku kembali.”
“Kris, biarkan aku mengingatkanmu
sesuatu...”
“Ya?” Ia mendongkak sebentar
kemudian mengangkat kepalanya dari bahuku untuk menatapku.
“Kau telah mendapatkan cinta dari
banyak orang, bahkan dari mereka yang tidak kau kenal dan kau tak dapat
membayangkan bagaimana rupa mereka diluar sana yang mencintaimu.”
Aku berhenti sejenak untuk
menatap matanya yang kembali memerah.
“Dan cinta orang lain tidak akan
dapat bertahan lama jika kita tidak menjaganya. Kau tahu, dicintai adalah hal
paling indah bagi manusia. Seperti halnya diriku yang merasakan cintamu padaku
yang begitu dalam. Yang harus kulakukan adalah menjaga cintamu, sayang. Karena
satu hal, aku tak ingin cintamu padaku pupus dengan cepat. Paling tidak aku
akan mempertahankannya seumur hidupku atau semampuku.”
Lelaki itu kembali menitikkan
airmata.
“Rhea, aku …”
Aku tak membiarkan kalimatnya
berlanjut, “Terkadang aku berfikir bahwa aku tak akan pernah dapat membayangkan
bagaimana beruntungnya menjadi Kris, seorang Kpop star, yang berhasil mendapat cinta
banyak orang dan juga mendapat cinta sepenuhnya dariku…”
Lelaki itu kemudian memelukku
rapat. Didalam pelukannya, aku berbisik, “Jangan pernah melepaskan cinta dari
orang-orang yang mencintaimu, sayang. Berjanjilah padaku.” Kris mengangguk kuat
sebagai balasannya dan aku merasakan bahuku basah karena airmatanya. Aku
mengelus sayang rambutnya sebagai penenang. “Kris, kau lelaki hebat.
Bertahanlah dan nikmati hidupmu.”
Kris mempererat pelukan kami.
“Aku tak tahu bagaimana pikiranku
malam ini jika tidak bertemu denganmu, sayang.” Ujarnya masih memelukku. Aku memendam
wajahku diceruk bahunya, mencoba menenangkannya sembari mengambil aroma
maskulin yang menguar dari tubuh lelaki yang kusayangi ini.
“Kris, aku merindukanmu….”
“Dan tetaplah bertahan dengan
dirimu saat ini. Demi semua orang yang mencintaimu, Kris.”
Kris tak menjawabnya, malahan lelaki
itu melepaskan pelukan kami dan membiarkanmu mencecap kehangatan manis darinya
sesaat. Aku benar-benar merindukannya
bahkan ketika ia tepat dihadapanku.
“Sudah jam setengah dua malam.
Kau tidak istirahat?” Tanyaku padanya. Mengingat akan kesiapannya bersama
teman-temannya untuk album baru mereka.
“Sebentar lagi, ya?”
Dan aku begitu saja menuruti
perkataannya. Kami kembali menikmati malam yang dengan angkuhnya mengipas tubuh
kami dengan angin malamnya. Namun, dinginnya malam yang menghempas kami tetap
kalah dengan kehangatan yang terhantar dari jemari-jemari kami yang saling
bertaut.
—end—
0 komentar