Tentang Budaya Patriarki yang Cenderung Melegalkan Rape Culture

October 07, 2018


Dipembahasan kali ini saya berbagi sedikit beberapa informasi yang pasti dibutuhkan dan harus diketahui oleh perempuan di luar sana, khususnya remaja putri, agar mendapat pengetahuan lebih dini.

Sebetulnya apa sih rape culture?

Rape culture kalau di artikan ke dalam bahasa Indonesia adalah “budaya pemerkosaan”. Yap, ini salah satu budaya patriarki yang menjamur hingga di era milenial sekarang ini. Dimana perempuan mengalami pelecehan seksual dan hal itu MASIH dianggap wajar oleh masyarakat, bahkan lingkup terdekat kita sendiri.


Pelecehan seksual yang masuk dalam kategori rape culture ini meliputi perilaku pendekatan-pendekatan yang berhubungan dengan kegiatan seksual yang dilakukan secara tindakan, lisan dan juga isyarat.

Di dalam prakteknya, banyak yang sering tidak sadar bahwa ada beberapa perilaku pelecehan seksual. Jadi apa aja sih perilaku-perilaku itu?
-        -  catcall (menggoda seseorang yang lewat didepan kita dengan bersiul, atau memanggil “Assalamualaikum, cantik”, dsb.)
-        - pemaksaan berhubungan intim
-        -  memegang anggota badan tertentu
-         - menyudutkan
-         - percobaan pemerkosaan hingga terjadinya pemerkosaan
-         - komentar terhadap bentuk tubuh maupun mengkritisi penampilan seseorang dengan bernada seksual
-          - ekspresi wajah yang mengarah kearah perilaku seksual termasuk mengedipkan mata, menjilat bibir sambil memperhatikan seseorang, melihat seseorang dari kepala hingga kaki dan fokus ke area badan tertentu, maupun gerak lainnya

Dengan masih dominannya budaya patriarki, memungkinkan rape culture terjadi. Beberapa tandanya:
-         -  menyepelekan pelaku pelecehan seksual, terutama jika pelaku perempuan.
-         - terbiasa menjustifikasi bahwa perempuan yang ‘nakal’ yang dilecehkan
-         - menyalahkan korban, terutama jika korban pelecehan seksual ini perempuan
-         - terbiasa mengajarkan tips dan trik agar perempuan tidak dilecehkan, tapi tidak terbiasa mengajarkan agar laki-laki tidak melecehkan.

Lalu bagaimana sikap kita menanggapi hal ini, terutama jika kitalah korban pelecehan itu?
SPEAK UP, GIRLS! Jangan mau menyerah meskipun masyarakat menyerangmu dan menyalahkanmu padahal kamu adalah korban.

jangan mau mundur saat kamu disalahkan dan disudutkan dengan kata-kata “Makanya pakai jilbab”, “makanya jangan genit”, “Ah, biasa laki-laki emang gitu”.

selain itu mari kita bersikap lebih kritis dengan tidak membiasakan diri dan saling mengingatkan lingkungan kita untuk tidak menyalahkan keadaan maupun menyalahkan korban. BAHKAN memberitahu dia bahwa pelecehan ini BUKAN kesalahn dia.  

Tanpa bermaksud menyinggung agama, saya bersyukur saya dianjurkan menutup badan dengan berhijab. Namun kenyataannya tidak selalu korban rape culture adalah perempuan yang memakai pakaian terbuka, yang berpakaian tertutup pun tidak menutup kemungkinan.

Sudah saatnya kita lebih memanusiakan manusia.

You Might Also Like

0 komentar