The Surprise

January 16, 2015



Jongin gusar. Entah sudah keberapa kali pria itu menekan tombol call  di ponselnya, dengan nomor tujuan yang lagi-lagi masih sama. Jam telah menunjukkan pukul delapan malam, namun wanita yang sedari tadi berusaha ia hubungi tetap tak ada kabar sama sekali seharian ini.
“Ah, dimana sih dia.” Rutuknya.
Dengan wajah gelisah, lelaki itu beringsut berdiri dari sofa yang semula ia duduki beberapa saat. Meninggalkan bentuk U sekilas di sofa tersebut. Lagi-lagi ia memanggil nomor tujuan yang sama, namun hasilnya pun masih saja nihil.  Jadi lelaki itu akhirnya memanggil nomor tujuan lain, setelah menunggu beberapa saat ia mendengar jawaban, hatinya lega untuk sesaat.

“Hai, Trice. Kau tahu Leena ada dimana?” tanyanya antusias, namun sedetik kemudian air mukanya berubah, menggambarkan kekecewaan yang kentara.
“Oh, yasudah kalau begitu. Maaf mengganggumu, Trice.” Kemudian mengakhiri panggilannya.
Jongin memutuskan untuk tak mau hanya berdiam diri di ruang televise apartemen itu. Ia berjalan menuju satu ruangan di sebelah kamar tidurnya, di ruangan itu memiliki pemanis pintu berbentuk bundar dari rangkaian bunga dan dedaunan. Sekilas terdengar bunyi ceklek di telinganya saat ia membuka ruangan itu.
Di sana kosong. Tentu saja. Lelaki itu berusaha memperhatikan setiap detil yang ada diruangan tersebut. Matanya tertuju pada sebuah laptop yang masih menyalakan sebuah lagu dengan volume yang nyaris nol. Ketika ia menghampirinya, ia menemukan sebuah tulisan besar-besar bertuliskan Temui aku di toko kue tempat kerjaku, membuat Jongin terkesiap sejenak. 
“bukankah dia bilang hari ini dia tidak buka toko karena ada panggilan kerja di tempat lain? Sewaktu aku kesana juga toko itu tutup.” Ujarnya dalam hati. Memunculkan pertanyaan-pertanyaan dalam benaknya. Meski demikian, lelaki itu dengan cepat menutup laptop milik kekasihnya itu dan berlari menuju parkiran. Mengendarai Ducati miliknya untuk melesat ke toko kue dimana kekasihnya bekerja.
Ketika pemuda itu telah sampai, ia cepat-cepat turun dan memarkir asal. Kemudian masuk ke dalam toko yang jelas-jelas terpampang tulisan close di gagang pintunya. Namun, seperti yang sudah ia duga, toko kue itu tetap dapat terbuka. Yang berarti masih ada orang di dalam toko tersebut.
“Beb?” ujarnya. Bahkan lampu pun masih padam.
“Saengil chukka hamnida… saengil chukka hamnida…”
Seseorang menyambut kedatangannya dari arah kanannya. Lebih tepatnya dari arah dapur toko kue itu. Sosok tersebut adalah Leena, kekasihnya. Gadis itu membawa sebuah kue coklat lengkap dengan dua lilin yang terdiri dari huruf 2 dan 1. Sesuai dengan umur Jongin saat ini.
“Aku kira kau berusaha menghindariku saat ini, beb.” Ujar Jongin dengan dua ujung bibirnya yang berjungkit keatas.
“Loh, aku memang menghindarimu hari ini, sayang. Untuk ulang tahunmu.” Jawab si wanita sembari mengelingkan matanya manja. “Jadi, kapan kau akan meniup lilin ini? Rasanya aku sudah merasa pegal memegang kue ini.” Lanjutnya menunjukkan ekspresi cemberut yang Jongin pun sudah tahu ekspresi itu hanya kepura-puraan.
Lelaki itu terkekeh melihat Leena yang terlihat menggemaskan. Jongin langsung mengambil kue tersebut dan meredupkan setitik nyala api yang semula di tahan oleh dua lilin sekali tiup. Setelahnya Leena memotong kue dengan lumeran cokelat itu untuk diberikan oleh kekasihnya. 
“Hmmm….Enyaak!!” kata Jongin masih mengelap pinggiran bibirnya yang terkena lelehan cokelat. Lalu Jonging memasukkan sesendok lagi. Penuh. Lalu dengan bibir yang penuh dengan lumeran lezat itu, jongin lantas menempelkannya pada Leena. Memberikan sentuhan fantastis berasa cokelat manis namun sedikit pahit pada kekasihnya. Leena melayang dibuatnya. Jika tidak karena bunyi triiiingg yang berasal dari dapur, mungkin Leena tidak akan mendorong badan Jongin agar sedikit menjauh. Bunyi itu menciptakan jarak sekian puluh senti.
“Astaga aku lupa kalau aku memanggang shoufflé.” Seru gadis itu setengah teriak. Kemudian lekas meninggalkan Jongin untuk menuju dapur. Lelaki itu terus memperhatikan kekasihnya yang berjalan menuju microwave kemudian mengeluarkan dua mangkok kecil berisi kue warna coklat yang  menggembung sempurna. Aromanya pun menggoda. Seperti kekasihnya.
Ah, gadis itu. Ujarnya dalam hati ketika memperhatikan gadis favorit pemikat hatinya itu.

***

Aku kembali mendapati gadis itu duduk di tempat yang sama di kafe ini. Dengan menu yang sama juga. Shoufflé. Kue nikmat khas Eropa yang melegenda. Ketika kue pesanannya dating, seperti biasa gadis itu memperhatikan dengan seksama dan menghirup aroma kue itu, seakan-akan hendak menghirup semua aroma sedapnya terutama saat ia meletuskan kue tersebut dengan sendok kecil ditangannya. Setelah sendok pertama yang ia ambil dari mangkuk kecil itu, aku selalu kagum dengan ekspresi yang ia buat. Matanya menyipit dan dua sudut bibirnya menukik keatas. Kue ini nikmat sekali, begitu aku menafsirkan ekspresinya. Dan karena gadis itu, terkadang aku pun tergoda memesan semangkuk mungil kue shoufflé seperti yang gadis itu pesan. Percayalah, kue mungil itu benar-benar enak!
Beberapa kali aku memergoki gadis itu seorang diri memesan menu yang sama dengan tempat duduk yang sama pula. Namun hari ini, gadis itu rupanya kalah cepat. Tiga gadis SMA duduk di tempat biasa gadis itu duduk. Sial! Namun aku bersyukur. Gadis itu memilih bangku kosong di seberangku, jarak kami tak jauh. 
“Suka banget dengan shoufflé ya?” sapaku. Gadis itu membalas dengan senyum tipis namun manis.
“Aku juga suka manis tapi sepertinya tidak separah dirimu.” Lanjutku. Kulihat gadis di seberangku kembali tersenyum, kali ini lebih lebar.
“Kalau kau jatuh cinta pada shoufflé, aku dibuat tergila-gila oleh Mocha Pots De Créme. Coklat yang padat namun lumer itu yang membuatku gila.” Kataku berapi-api sembari menunjuk-nunjuk secangkir kecil kue yang kupesan berhias krim putih itu dengan sendok mungilku. Wanita ini menarik. 
Dan gadis itu menanggapi tak kalah antusiasnya denganku,
Tanpa aba-aba resmi, wanita itu beringsut dari tempat duduknya menuju kearahku. Perempuan muda itu duduk di hadapanku. Membuat ritme jantungku tak beraturan, namun aku menikmatinya.
“Benarkah? Ah, aku pun pernah mencoba kue itu. Kue itu memang mampu membuat orang melayang karna kelembutan dan kenikmatannya yang aku pun tak mampu mendeskripsikannya.” Jelasnya, kemudian tersenyum.
“Boleh?” gadis itu bersiap mencelupkan sendok miliknya pada cangkirku. Aku hanya mengangguk setuju. Kemudian sendok kecilnya melesak masuk kedalam coklat yang bergerumbul di cangkirku. Wajahnya nampak antusias ketika ia mengeluarkan kembali sendoknya. Kemudian ekspresi yang kumaknakan ah, hidupku indah sekali jika memakan kue setiap saat, kue ini benar-benar nikmat muncul. Aku tersenyum geli melihatnya, membuat gadis itu terhenti sejenak momen menikmati kuenya. 
“Aku Jongin.” Aku menjulurkan tanganku padanya. Sejenak perempuan itu diam, menatapku sejenak.
“Aku Leena.” Ujarnya kemudian. Menerima uluran tangaku dengan mantap dan menyuguhkan senyum lebar.
Yah, sejak saat itulah aku dan Leena akhirnya resmi memperkanalkan diri secara resmi.

***

“Ayo, makan shoufflé nya. Keburu kempes.” Kata Leena sembari menyenggol lengan Jongin.
Lelaki itu akhrinya sadar dan mengambil sendok mungil kemudian mengambil sesendok mungil dan memasukkan ke mulut wanita favoritnya.
“Makasih untuk semuanya ya, saying. Perayaan usia baruku yang ke 21 lengkap.” Ujarnya. Kini ia mengambil sendok kedua kue tersebut dan memasukkan ke mulutnya sendiri. Kue coklat khas Perancis yang luar biasa nikmat itu segera membuat hatinya tenteram dan nyaman, seiring dengan adanya gadis pujaannya yang duduk sejajar di depannya.

-end-


Selamat ulang tahun yang ke 21, Kim Jong In.

:)

You Might Also Like

0 komentar