You Whom I Miss
December 26, 2014
-o-
Pernahkah kau mersakan kerinduan teramat sangat pada seseorang yang telah meninggalkanmu? apakah kerinduanmu itu hingga mencapai level, ketika kau tak dapat lagi membedakan nyata dan tak nyata, setinggi yang kualami?
-o-
Aku masih menatap langit-langit kamarku. Merasakan hawa kamar yang terasa
lebih lenggang dari biasanya. Sangking lenggang dan sepinya, detikan jam pun
dapat kudengar. Ditempat tidur ini, masih dengan selimut yang memelukku, aku
beralih melihat potret aku dan kau yang Nampak bahagia di dalam bingkai perak,
sebahagia bunga bermekaran yang menjadi setting foto kita waktu itu.
“I miss you Luhan ge. Kapan kau
kembali?”
Kuraih foto tersebut dan kudekap, kemudian seperti biasa kupasang alarm
di hapeku. 6 AM.
Perlahan rasa kantukku mengalahkan segalanya.
-
“Good morning, my Zhiyi.
Bagaimana tidurmu semalam?” Sebuah bisikan romantic menggelitik daun telinga
kiriku.
Suara Luhan.
“Ge?” mataku mengerjab sekali
lagi, mencoba memastikan bahwa lelaki yang amat kurindukan itu benar-benar
berada di dekatku saat ini.
“Ya?” jawabnya singkat, kemudian mengecup singkat keningku. Namun aku
masih belum bereaksi apapun, alih-alih masih memperhatikan wajah lelaki ku. Dua
alis warna pucatnya yang sedikit berjungkit keatas, kedua matanya yang lebih
sipit dariku namun Nampak indah, hidungnya yang lebih mancung dariku, juga
bibir mungilnya yang hingga saat ini masih menyuguhkan senyuman manis untukku.
“Hey! Sedalam itukah rindumu padaku?” kata lelaki itu mencubit ujung
hidungku dengan gemas. Kemudian tertawa. Lelaki itu kemudian mengatur posisinya
hingga sejajar rebahan disampingku. Tangan kananannya memangku wajahnya yang
mengarah padaku, dan tangan kirinya membelai lembut rambut panjangku.
“Bagiku, Kau selalu egois, Zhiyi.” Katanya.
Demi mendengar kata egois, mataku berkedip-kedip karena sadar bahwa
lelaki itu memang berada dekat denganku saat ini, tepat dihadapanku. Kemudian
aku memiringkan badanku agar menghadap padanya.
“Egois, ge?” tanyaku. Bingung.
“Kau mengambil seluruh hatiku, Zhiyi. Bayanganmu itu selalu menari-nari
dikepalaku, tidak mengenal waktu.” Ucap Luhan menjawab kata-kataku dan
memamerkan seringai senyumnya yang menawan.
“Ah, gege.” Hanya itu yang
dapat aku ucapkan lantaran malu. Aku memukul pelan dadanya.
“Kenapa kau meninggalkanku? Meninggalkan dimana seharusnya kamu berada, Ge?”
Lelaki itu tidak langsung menjawab, ia menatapku sesaat kemudian kembali
memainkan rambutku.
“Aku tidak meninggalkanmu. Tak akan pernah. Hanya saja aku masih mencari
dimana aku seharusnya berada, Sayang. Bisakah kau mencerna kata-kataku?”
Aku menggeleng.
“Look. Tak pernah sekalipun aku berpikir untuk meninggalkanmu, sayang.
Aku hanya berpikir apa yang harus aku lakukan untuk hiduku.”
“Baiklah, aku percaya kau mencintaiku dan tak akan meninggalkanku, Lu ge. Tetapi apakah itu berarti menjadi
Luhan yang sekarang bukanlah apa yang ingin kau lakukan dalam hidupmu?”
“Ya, kurang lebih seperti itu, sayang.” Jawabnya singkat. Lelaki itu
kemudian menarikku lebih dekat, memelukku.
“Hey, kau bilang aku harus bangun?” Ujarku sedikit meronta. Tetapi Luhan
semakin mempererat pelukannya.
“Biar saja seperti ini dulu, aku masih sangat merindukanmu.”
Begitulah, akhirnya kami menikmati pagi dan sinar mentari yang sedikit
demi sedikit menggelitik, namun belum mampu membangunkan kami. Tetapi
tiba-tiba, aku mencium bau gosong.
“Lu ge, apa kau memasak
sesuatu?” aku sedikit mengangkat kepalaku dan melotot kea rah Lu ge, lelaki itu pun tak kalah lebar
melotot kearahku, juga bibirnya yang membentuk huruf O dengan seru.
“Astaga, aku memanaskan roti yang kubeli 2 jam lalu di supermarket 24H.”
ucapnya dengan posisi hamper duduk.
Tak lama setelahnya, terdengar bunyi nyaring dari arah dapur.
“Dan aku juga memasak air.”
“Ya ampun, Gege….” Dengan
teriakan kencangku, kami berdua lekas-lekas turun dari tempat tidur dan berlari
kearah dapur.
Namun kemudian aku sadar akan sesuatu. Luhan gege tak lagi ada disisiku,
dapurku kosong.
Semuanya tiba-tiba gelap. Suara aneh itu semakin nyaring bisingnya.
Memekakkan telingaku.
Mataku tiba-tiba terasa berat untuk kubuka. Ketika akhirnya dengan susah
payah aku membuka mata. Aku menyadari diriku masih memakai selimut dengan
posisi yang kuyakini masih sama dari awal aku tidur, masih berbalut selimut dan
memeluk sebingkai fotoku bersama Lu ge.
AH, astagaa……
Hanya itu kata-kata yang mampu kukatakan dalam hati.
Dengan malas aku mematikan alarm yang sedari tadi meraung-raung. Kemudian
menggeliat-geliat malas.
Dan dengan malas pula aku turun dari tempat tidurku dan berjalan menuju
dapur, hendak meneguk segelas air mineral. Namun, aku tertegun demi melihat
microwaveku yang menyala dan ketika kuintip terdapat dua buah roti kesukaan Lu ge disana.
Jadi sebenarnya ….
Belum juga aku tahu apakah aku masih di alam mimpi atau tidak, sebuah
suara membuatku menoleh.
“Hey, bau!”
Dengan semena-mena sosok yang membuatku menoleh itu mengataiku bau, Oh
dan dengan gayanya yang menutup hidung itu terlihat sangat menyebalkan.
Dia Luhan gege, sosok yang
kurindukan.
Aku masih bengong tak berkedip.
Kemudian sosok itu mendekatiku dan menjentikkan jarinya dengan nyaring di
depan hidungku.
“Hey, cepat mandi. Kau bau sekali!” ujarnya sekali lagi. Membuatku
akhirnya tersadar. Melihat senyum lebarnya, aku pun ikut tersenyum lebar
akhirnya.
Aku sudah tak peduli apakah ini masih di dunia mimpi atau Luhan ge benar-benar berada di hadapanku, yang
penting lelaki itu hadir!
---END---
0 komentar