Parfum Gulali (Bagian 8)
June 10, 2014
Casts: Ahn Seung Ah,
Kim JoonMyun, Kim MinSoek, Do Kyungsoo, Kim JongDae
==============================================================
Apakah ini semua mimpi?
Demi
Tuhan, kepalaku masih pusing, aku masih berjalan tanpa arah dan merasa linglung
dengan tiap langkah yang aku ambil. Sekelilingku nampak asing, namun aku masih
belum mengerti ini semua. Tiba-tiba diantara semua keanehan aku melihat sosok
familiar. seorang lelaki. Aku segera berjalan cepat menghampirinya.
“D.O?
Kau D.O, kan? Kau masih ingat aku?” Aku mendekati lelaki yang memakai blazer
seperti seragam sekolah itu. Aku yakin aku mengenalnya dengan dekat.
“D.O?
Siapa itu D.O? aku Kyungsoo, sunsaenim.”
SUNSAENIM????????
“Sunsaenim
katamu?”
“Iya,
Sunsaenim. Kenapa? Oya, aku ada acara jadi harus segera pulang. sampai jumpa
besok di sekolah, Sunsaenim. Aku pamit.”
Kemudian
D.O yang wajahnya nampak lebih muda dari yang kukira itu membungkuk beberapa
kali sembari berjalan mundur meninggalkanku.
Kyungsoo?
Kenapa dia mirip sekali dengan D.O?
Oh,
God! Aku melihat refleksi diriku sendiri pada sebuah etalase kafe yang
kebetulan sedang kulewati. Disana kulihat sebuah bayangan wanita berusia
sekitar 20 tahunan akhir, yang tak lain adalah diriku sendiri, sedang mengenakan
baju khas seorang guru dengan sebuah tas dibahu. Semua yang kukenakan Nampak
kuno, klasik. Dan begitu pun dengan orang-orang yang berlalu lalang
disekitarku. Sepeda dan mobil kuno juga becak manusia menjadi kendaraan mereka.
Aku
menertawai diriku sendiri dan menghembuskan nafas sangat berat setelah otakku
menyadari satu hal bahwa ‘aku belum berubah menjadi Ahn Seung Ah’.
Bukankah
tugasku sebagai Park Eunji sudah terselesaikan?, jadi sekarang aku kembali
menjadi orang lain lagi?.
Tapi
kenapa si D.O harus menjadi muridku. Kenapa aku menjadi setua ini!
--
Hari
ini adalah pagi keduaku menjadi Shin Min Jung, seorang guru bahasa Inggris di sekolah
menengah atas Shindongshin yang terletak di kota Seoul. Semua itu kuketahui
pasca pertemuanku dengan D.O zaman ini dan menyadari bahwa aku adalah orang
lain. Entah bagaimana caranya kakiku menuntunku dimana aku tinggal.
Aku
merapikan sekali lagi rambutku, setelah semuanya kupastikan semuanya siap, aku
keluar dari sebuah rumah klasik kecil yang kutinggali sendiri. Entah Shin Min
Jung adalah seorang yatim piatu atau memang memutuskan tinggal dirumahnya
sendiri, aku tak mau pusing memikirkannya.
Shindongshin,
tulisan yang terukir disebuah prasasti itu menyambutku tepat didepan gerbang cukup
tingginya. Aku memasuki sekolah itu dan berusaha menemukan sebuah ruang guru.
Tunggu! Bukankah itu
dia?!!
Kurasakan
jantungku berdetak kencang dan aku tak dapat menggerakkan kakiku ketika aku
melihat sesosok pria duduk disalah satu meja guru yang berada tepat didepanku.
Bukankah dia Xiumin?
Pria yang menghianatiku ketika aku menjadi Hwang Luna Mei? Kenapa muncul lagi
dia?
“Hi,
good morning? Kenapa kau menatapku seperti itu?”
Lelaki
itu mengatakannya setelah menjetikkan jarinya kearahku, membuatku terlihat
seperti orang bodoh yang kikuk.
“Tidak
apa-apa.” Jawabku kemudian duduk di mejaku. Aku dan Xiumin hanya terpisah oleh
sebuah papan kayu dan computer didepan kami. Sungguh canggung rasanya jika
harus berdekatan dengan seseorang yang telah membuat hati ini sakit.
“Min
Jung sungsaenim, kamu sudah membuat jadwal untuk memberikan kelas tambahan
untuk murid kelas tiga kita?” belum juga aku benar-benar menyadarkan diriku,
lelaki itu kembali mengejutkanku dengan pertanyaannya yang tiba-tiba. Ia
melongok kedalam meja kerjaku dan menatapku. Tatapan mata yang masih sangat
kuingat.
“Hah???”
aku kembali kikuk di tanyai olehnya yang begitu dekat.
“Kau
lupa? Padahal rapat semua guru kelas 3 kan tiga hari lalu, masa sudah lupa?”
urainya lagi.
“Ah,
iya, aku lupa. Apa aku hanya harus membagi murid-murid dalam beberapa kelompok
belajar dan disesuaikan dengan jadwalku?”
Lelaki
itu tak lantas menjawab alih-alih menyandarkan kedua tangannya pada kayu tipis
pembatas antara kami dan menyangga kepalanya nampak berpikir.
“Err…
sebetulnya aku akan mengajakmu makan malam bersama sepulang kerja dan
membicarakan ini bersama. Guru bahasa Inggris khusus untuk kelas 3 hanya kita
berdua kan? Kita harus bersama-sama membagi tugas biar enak. Lagipula kita gak
akan bisa diskusi di sekolah, kau tahu sendiri kan kalo sekolah ini jadwalnya
full. Guru dan murid sama-sama gak bisa santai.” Ujarnya sembari masih
menyangga kepalanya dan menatapku lekat. Sangat lekat hingga aku merasa
tenggorokanku tercekik dan tak bisa berbicara.
Sebetulnya
aku sedikit bingung dengan pria ini. Bukankah mengatur jadwal adalah perkara
mudah? Kenapa dia menganggap membuat jadwal dua orang guru dengan 5 kelas
sungguh merepotkan??.
“Bo…Boleh
juga”
Yah,
aku mengiyakan saja meskipun masih terasa aneh berada didekatnya.
--
“Eun
Jung sungsaengnim?” sebuah suara lelaki muda menyapaku. D.O
“Hi,
Kyungsoo sshi. Kamu belum pulang?”
“Ayah
dan Ibuku menungguku untuk makan malam disini, sungsaeng. Anda sendiri sedang
makan malam juga?”
“Err…
iya aku sedang makan malam.”
“Ah,
anda sedang berkencang, sungsaeng? Wah, siapa lelaki yang berhasil mengajak
sungsaeng cantik di sekolah kami pergi kencan?”
Dasar D.O bodoh!!
Ceracauku dalam hati.
“Sudahlah,
sana temui oran..”
“Hai,
Kyungsoo-ah?” tiba-tiba Xiumin, yang
kutemui di zaman ini, memotong kalimatku dan menghancurkan rencanaku untuk
tidak memberitahu D.O dengan siapa aku makan malam.
“Xiu
sungsaengnim. Anda teman makan malam Jung Sungsaeng?”
“Iya,Kyungsoo-ah” Jawab lelaki itu Nampak malu.
“Apa
kalian sedang berken…” lanjutnya. Namun aku melihat wajahnya sedikit menegang
dan rahangnya mengeras.
“Kyungsoo-sshi,
bukankah orangtuamu sedang menunggumu?” aku segera memotong kalimat Kyungsoo
tanpa pikir panjang. Kuhela nafas lega setelah anak lelaki itu meninggalkanku
bersama Xiu, tentu saja karena aku tak tahan melihat wajah malu-malu yang
ditampakkan Xiu dan wajah Kyungsoo yang Nampak tidak senang melihatku makan
malam dengan Xiu. Ada apa sebenarnya?
--
“Sungsaengnim?!”
“Ah,
Kyungsoo-sshi. Ada apa? Kau memanggilku sambil berlari?”
Kyungsoo,
anak lelaki itu Nampak kelelahan menghela nafasnya. Ia berhenti dan memegang
kedua lututnya, Nampak kelelahan.
“Iya,
aku memanggil anda sedari tadi. Tetapi anda tidak mendengar, mungkin…(hosh..hosh)
karena anak-anak…(hosh hosh) dilapangan basket sangat berisik. (hosh..hosh..)” Ujarnya
lagi, kali ini ia tak lagi menunduk dan memegang dua lututnya.
“Ulangan
bahasa Inggrisku jelek lagi, sungsaeng. Bisakah anda membantu saya?”
“Iya.
Tentu saja sungsaeng akan memabantumu, Kyungsoo-sshi. Harusnya kamu berusaha lebih keras, masih belum ada
perkembangan dengan nilai-nilaimu. Sebentar lagi kau sudah ujian kelulusan,
berusahalah.”
“Maksudku,
bisakah anda memberikan les privat untukku?” tanyanya lagi. Tak lagi terdengar
ngos-ngosan.
“Errr…
but, is it okay? Sekolah sudah memberikan les tambahan sepulang sekolah,
Kyungsoo-ah. Sungsaeng rasa, kau
hanya perlu belajar lebih keras lagi.”
“Tapi,
sungsaeng?... apa itu berarti anda menolakku? Baiklah, aku tidak bisa memaksa.”
Anak lelaki itu terlihat sangat kecewa ketika mengatakannya, membuat hatiku
mencelos. Terlebih ketika ia menambahkan kalimat ketika ia memunggungiku, “Aku
memang bodoh, tak ada yang mau membantuku. Aku sudah tak ada harapan lulus
ujian bahasa Inggris.” Yah, meskipun anak itu mengucapkannya dengan nada
rendah, aku tetap dapat mendengarnya dengan jelas, karena jarak antara kami
memang hanya beberapa jengkal saja.
“Kyungsoo-ah.” Panggilku. Anak itu memutar
tubuhnya untuk kembali menghadap padaku.
“Iya,
sungsaeng?”
“Baiklah.
Kapan aku bisa mulai memberimu pelajaran tambahan?” tanyaku akhirnya. Ekspresi dan
perkataan muridku itu akhirnya membuatku luluh.
“Jinja?!!
Anda bersungguh-sungguh mau memberikan kelas privat untukku, sungsaeng?”
Kyungsoo membelalakkan matanya lebar-lebar, membuat matanya yang sudah cukup
besar menjadi lebih besar lagi. Kyeopta.
“Tentu
saja, Kyungsoo-ah. Aku paling tidak
tega melihat muridku patah semangat apalagi sudah pesimis sepertimu.”
Tiba-tiba
anak lelaki itu maju untuk memelukku erat. Membuatku kaget pada awalnya, namun
pada akhirnya aku membalas pelukannya dan menepuk punggungnya pelan.
“Terus
semangat ya? Kau harus lulus, Kyungsoo-sshi.”
Dan anak itu mengangguk-anggukkan kepalanya dengan penuh semangat.
“Jadi
kapan kita mulai les privatnya?”
“Errr…
aku bilang orangtuaku dulu kalau anda setuju menjadi guru privatku, sungsaeng.”
“Baiklah,
hubungi aku nanti ya?” jawabku kemudian mengacak pelan rambut mangkoknya.
“Baiklah,
sungsaeng.”
--
“Sungsaeng,
bisakah kita mulai les privatnya minggu ini? Ibuku sangat senang anda mau
membantuku.” Kyungsoo mendekatiku ketika kelas sudah sepi dan aku bersiap
menuju pintu untuk keluar. Ia mengklarifikasi pembicaraan kemarin sore yang
kami lakukan.
“Benarkah?
Bagaimana kalau kita mulai besok? Malam ini aku ada janji.”
“Janji
apa, sungsaeng? Dengan teman-teman anda atau dengan seorang pria?”
“Temanku
sedang ulangtahun hari ini, jadi nanti malam aku dan teman-temanku yang lain
membuat janji untuk merayakannya bersama. Kenapa?”
“Ah,
tidak apa-apa, sungsaeng. Baiklah, kita mulai besok sepulang sekolah ya,
sungsaeng.”
“Kalau
begitu aku pulang dulu ya, Kyungsoo-ah. Aku
harus bersiap.”
“Tentu,
sungsaeng.” Dan Kyungsoo mendahulukanku keluar dari kelas itu setelah
membukakan pintu untukku. Membuatku berfikir bahwa tidak ada salahnya membantu
seorang murid yang memiliki sopan santun tinggi sepertinya.
Di
hari berikutnya, Kyungsoo mengejarku yang hendak menuju ruang guru pasca jam
pulang sekolah berbunyi dan murid-murid lainnya.
“Sungsaeng?!”
panggilnya.
“Oh,
Kyungsoo-sshi. Ayo kita pulang?”
“Bagaimana
kalau sungsaeng naik kendaraanku saja? Anda tidak membawa kendaraan, kan?”
“Tidak
usah, kita langsung ketemu dirumahmu saja ya, Kyungsoo-ah? Lagipula aku harus mengurangi beban ditasku kan?”
“Kenapa,
sungsaeng? Kalau kita berangkat bersama bukanlah lebih cepat? Aku bisa
membantumu membawa isi tasmu, sungsaeng. Bagaimana?” tanyanya lagi. Namun tentu
saja aku menolaknya lagi dengan lebih tegas. Bagaimana tanggapan seisi sekolah
jika mereka melihatku dibonceng oleh Kyungsoo dengan sepedanya?.
Dan
akhirnya anak laki-laki itu mengiyakan keinginanku. Ia mendahului dengan
motornya. Sedangkan aku berjalan menuju gerbang sekolah hingga menuju tempat
pangkalan kereta orang, sebuah kendaraan tradisional dengan menggunakan tenaga
orang untuk menarik kereta. Namun ketika aku hampir tiba digerbang sekolah,
seseorang menghentikanku dengan sebuah klakson mobil kunonya. Ia menurunkan kacanya
hingga 70% kemudian memajukan badannya dan memberiku tawaran.
“Masuklah,
sungsaengnim.” Dia adalah Xiumin. Lagi-lagi lelaki itu muncul mendekatiku.
“Tidak
apa-apa, Xiu sungsaeng. Aku akan memakai bis saja.”
“Ayolah,
lebih enak naik mobil daripada bis kan? Sudah masuk saja.” Tawarnya lagi, kali
ini lelaki itu membuka pintu mobilnya untukku. Membuatku tak enak hati
menolaknya lagi, terlebih memang benar apa yang ia katakan, naik mobil memang
lebih nyaman dari bis.
“Jadi
dimana kau tinggal, sungsaeng?”
“Aku
tinggal di daerah Apgujong, Xiu sungsaeng.”
“Hmmm…
baiklah. Oya, kau tak perlu memanggilku dengan embel-embel sungsaeng jika kita
sudah keluar dari sekolah, Jung-ah. Kau
bisa memanggil langsung namaku, bahkan kau bisa juga memanggilku Xiu oppa? Bukankah
itu lebih enak didengar? Bagaimana?”
“Baiklah
kalau begitu, Xiu-ah.”
Kami
mengobrol membicarakan apapun disepanjang perjalanan. Hingga akhirnya sebuah
rambu lalu lintas menyala merah ditengah perbincangan kami.
“Oh,
bukankah itu Kyungsoo?” Ujarku ketika aku menemukan anak itu juga berada di
lintasan yang sama dengan kami. Ia berada persis disebelah kiri mobil Xiu
“Kyungsoo-ah!!” panggilku setelah kuminta Xiu
membuka kaca mobilnya.
“Jung
sungsaeng?!! Oh, Xiu sungsaeng.” Jawabnya nampak terkejut tetapi tak lama,
wajahnya berubah. Seperti menyimpan kekesalan. Anak itu sedikit membungkuk pada
kami berdua.
“Aku
sekarang mengerti mengapa sungsaeng tidak mau naik motor, sungsaeng.” Katanya sembari
menatapku tajam. Dua—tiga detik setelahnya aku mengerti kenapa anak itu
mengatakannya.
“Kyungsoo-ah, jangan salah paham. Sungsaeng…”
“Tidak
apa-apa, sungsaeng. Aku tunggu ya, sungsaengnim.” Kemudian kyungsoo menutup
kembali helmnya dengan keras setelah memberiku senyum tipis. Dan membungkukkan
badan sedikit padaku dan Xiu. Anak itu melaju keras segera setelah lampu hijau
menyala. Dan Xiu pun menyusul melajukan mobilnya.
“Apa
maksudnya? Kau dan dia ada janji? Di luar jam sekolah?” Tanya Xiu dengan nada yang
terdengar menuntut.
“Aku
memberikan les tambahan untuk Kyungsoo, Xiu-ah.”
“Bukankah
sekolah sudah memberikan les tambahan untuknya.”
“Iya
aku tahu, tetapi dia sangat lemah pelajaran bahasa Inggris. Aku hanya khawatir
padanya. Itu saja, jadi aku memberikannya les tambahan setelah anak itu memintaku
untuk membantunya.” Jelasku, Xiu hanya memberikan anggukan dan seulas senyum
setelahnya.
--
“Sungsaengnim,
besok sehabis belajar ayo kita makan mie hijau di dekat stasiun A?” Kyungsoo
tiba-tiba mensejajari langkahku ketika aku berjalan melewati lapangan untuk
menuju gerbang sekolah.
“Mie
hijau? Apa itu? Warnanya hijau?”
“Iya.
Warnanya hijau. Sepertinya enak. Sungsaeng mau? Jangan tolak muridmu ini,
sungsaeng??” anak itu lagi-lagi mengeluarkan jurus bbuing-bbuing andalannya
ketika meminta sesuatu dariku dan aku tak segera mengiyakan permintaannya.
“Boleh.
Tapi kenapa kau tidak coba saja dengan teman-temanmu? Pasti lebih seru, kan?”
“Tidak
mau. Aku pengin nyoba dengan sungsaeng saja.”
Aku
tersenyum lebar mengiyakan Kyungsoo pada akhirnya dan mengacak gemas anak itu.
“Yess!!!”
“Jung
sungsaengnim? Ayo pulang bareng?” ajak Xiu sungsaeng
Aku
menengok kearah Kyungsoo yang ternyata sedang menatapku. Ada ekspresi tidak
senang terlihat jelas di wajahnya.
--
Aku
masih saja memperhatikan sebuah mawar yang Kyungsoo berikan padaku. Anak itu
memberikannya ketika kami selesai belajar bersama dan ia bersikeras mengantarku
pulang. Kali ini aku tak dapat menolak permintaannya karena ibunya mendukung
Kyungsoo.
Hufh! Sebenarnya apa
yang dia pikirkan? Apa dia selalu seperti ini dengan guru-gurunya?
Hari
ini adalah pertemuan kelimaku dengan Kyungsoo sebagai guru privat bahasa
Inggrisnya. Seperti biasa, tadi, anak itu selalu dengan semangat menyimak apapun
yang aku terangkan. Tetapi tingkah anak itu semakin lama semakin menganggu hatiku.
Ia bertingkah tidak sesopan biasanya, berkali-kali bahkan menunjukkan beberapa
bahasa tubuh yang tak layak ia tunjukkan padaku sebagai gurunya.
Baiklah,
aku perjelas. Anak lelaki itu kerap kali menatap mataku sembari tersenyum manis
padaku setiap kali aku menjelaskan sesuatu padanya. Dan yang paling parah
adalah, ia sering mengirimkan pesan singkat melalui pager milikku. Anak itu
menunjukkan perhatian lebihnya padaku. Sudah berkali-kali aku mencoba berfikir
positif bahwa apapun yang ia lakukan padaku bukanlah tingkah lelaki kepada
wanita yang disukainya, melainkan tingkah seorang murid yang menaruh perhatian
dan hormat pada gurunya. Namun, semua itu seakan sirna sedikit demi sedikit, anak
itu mulai mengusik hatiku dengan segala bentuk kebaikan dan perhatian yang
biasa seorang lelaki tunjukkan pada gadis yang disukainya.
Ah,
menjadi Eun Jung Shi adalah yang paling rumit selama ini.
Rrrttt….
Sebuah pesan muncul di pager ku dan nomor Kyungsoo tertera disana.
--
“Kyungsoo-ah, jangan lagi kamu mengirimkan pesan
singkat semacam, ‘Sungsaeng, sedang apa?’, ‘selamat malam, sungsaeng’ dan
sebagainya. Itu tidak sopan, mengerti?”
Anak
lelaki itu mengangguk dan berucap maaf kepadaku. Suasana kembali tenang
kemudian. Kyungsoo sibuk menyelesaikan soal-soal latihan ujian nasional yang
kubawakan untuknya. Sesekali lelaki itu menggaris bawahi kata-kata yang belum
ia mengerti dan mencari di dalam kamus ataupun menanyakan padaku ketika ia
kesulitan menjawab, terlebih ketika menyangkut masalah tata bahasa Inggris.
“Sungsaengnim,
apakah ada lelaki yang bilang kalau anda sangat menarik?” Tanyanya masih dengan
menghadap buku. Kyungsoo tiba-tiba menanyaiku dengan pertanyaan yang tidak
seharusnya ia lontarkan.
“Tentu
saja ada banyak, Kyungsoo-ah. Hahaha.” Jawabku dengan nada gurauan.
“Haha.
Sudah pasti, sungsaeng sangat cantik dan pintar. Semua lelaki di dekatmu pasti
tertarik padamu, kan?” jawabnya, kini dengan dua matanya yang menatapku.
“Berlebihan!!
Sudah kerjakan soal yang kuberikan, Kyungsoo.” Jawabku dengan tawa ringan. Ada dua
perasaan yang bertentangan dalam batinku saat ini. Ingin rasanya aku keluar
dari rumah Kyungsoo dan berharap tak akan bertemu dengannya lagi, namun aku
juga menikmati saat-saat seperti ini dengannya.
“Tapi,
Sungsaeng. Jangan dekat-dekat Xiumin sungsaengnim lagi. Jebal.”
Aku
kembali menatap dua mata lebar dari lelaki yang jauh lebih muda dariku itu. Dua
mata itu menimbulkan desiran aneh padaku. Menimbulkan sensasi yang lama ingin
kurasakan.
“Mak..maksudmu?
kenapa dengan Xiumin sungsaengnim.”
“Tolong
jangan dekat-dekat Xiu sungsaengnim, karena Shin Min Jung sungsaengnim adalah
wanitaku.” Anak laki-laki itu mengatakannya dengan sangat cepat dan kesulitan
bernafas setelahnya, ia seperti habis berlari cepat dan dikejar waktu.
“Tapi.
Aku gurumu dan kamu muridku. Hubungan kita harusnya seperti ibu dengan anaknya
atau kakak pada adiknya. Bukan lebih dari ini.” Terangku setelah menyadarkan
diri dari keterkejutan karena ungkapan hati Kyungsoo.
“Itu
tidak masalah, Sungsaeng.”
“Tapi,
Kyungsoo. Kita tidak sehar…”
Kyungsoo
menghentikan kalimatku dengan mengunciku menggunakan bibirnya. Kehangatannya menjalar
padaku. Dia adalah laki-laki pertama dengan usia terpaut cukup jauh denganku,
yang berani melakukan ini padaku.
Tunggu!! Ini tidak
boleh terjadi. Aku seorang guru dan dia muridku.
Aku
mencoba melepaskan diri, tetapi Kyungsoo tidak membiarkannya.
2 komentar
Oh my God. Tadi aku udah komentar tapi ternyata akunku salah ketik.
ReplyDeleteFirst of all I would like to say so sorry karna belum sempet baca postingan kamu yang satu ini. Anyway, selamat ya karna kamu berhasil mematahkan kutukan bahwa cerita yang menggunakan Do Kyungsoo sebagai karakternya agak susah dibuat. Oke, ini mungkin sangat sulit untukmu melanjutkan Parfum Gulali yang udah kamu tinggal sekian waktu ini.|
Ada sedikit masukan dari aku sebagai pembaca. Aku agak sedikit bingung dengan alur tiba-tiba loncat gitu aja. Oke, emang sih sudah ada tanda pemisah tapi pas mbaca itu masih agak gimana gitu, kayak kurang nyatu dengan paragraf sebelumnya.
Well, selain itu aku acungin jempol krn kesuksesan menyelesaikan cerita yang udah lama gak diutek-utek ini. Aku tunngu postingan Parfum Gulali selanjutnya. Agak gak enak aja mbacanya dengan ending si Kyungsoo yang tiba-tiba nyosor gitu, ke gurunya lagi. Duh....dasar anak kurang ajar.
Fighting Lia!!!
XOXO
awawawaw.....
Deleteit is okay, Kawan...
iya ini aja aku butuh perjuangan jiwa dan raga. awaw #lebay
iya nih, si Kyungsoo nih emang murid kurang ajar.
btw, fighting juga buat kamu. aku tunggu karya-karya barumu yaaa
fighting
xoxo