Sebuah Impian
May 19, 2014
===================================================================
~*0*~
A
dream is a wish your heart makes –Walt Disney-
~*0*~
Kau
pikir aku tak tahu apa-apa soal kamu? Kau salah. Aku bahkan tak sengaja
menemukan buku diarymu ketika kau mandi, dan disana kutemukan mimpi yang kau
miliki sejak sekolah dasar tingkat 5.
Aku masih terpikir oleh
kata Hyuk Jae semalam melalui telepon yang langsung menohokku ketika ia berniat
mengantarku meraih mimpiku yang satu ini. Hyuk Jae, aku adalah fans-nya dan dia
adalah idolaku. Kami sangat dekat dan dia selalu ada untukku. Sepertinya bisa
disimpulkan, dia adalah satu-satunya sosok yang akan datang padaku secepat
angin kapanpun aku membutuhkannya di sisiku. Yah, kecuali ketika ia sedang
memiliki jadwal manggung.
Hyuk Jae ini adalah
sosok yang sangat percaya pada keoptimisan dan mimpi. Yang mana dua hal yang ia
pegang teguh itu lah yang menjadi alasan mengapa aku terus menempel padanya dan
menjadikannya sebagai idolaku.
***
Aku
ingin jadi idol
Begitu katamu waktu
itu. aku masih sangat ingat ketika kau mengatakannya padaku kala siang
menjelang sore di hari kedua musim gugur 5 tahun lalu. Dan maafkan aku yang
kala itu tertawa ketika kau mengatakan kata ‘idol’ itu.
Kenapa
tertawa? Kau tak percaya suatu saat aku akan menjadi seorang idol?
Bukan, bukannya aku tak
percaya. Tetapi rasanya geli dan aneh saja ketika orang dekatku berujar menjadi
sosok yang ingin muncul di layar televisi rumahku.
Hari berganti hari,
minggu berganti minggu, hingga kita masuk ketahun kedua di sekolah tinggi
dimana kita belajar, kau pun masih meyakinkan padaku dan pada dirimu sendiri
bahwa kau akan menjadi idol yang
gemar tayang di acara musik kesukaanku. Aku tak pernah bosan nan jemu sama
sekali tiap kamu mengucapkannya.
Hey,Hyuk
Jae-ah. memangnya apa yang kamu lakukan untuk mewujudkan mimpi besarmu itu?
Aku akhirnya
memberanikan diri bertanya padamu. Dan kau nampak berpikir cukup keras sembari
menatap langit yang kebetulan berwarna biru cerah dengan hiasan awan-awan
kapas.
Satu—dua—tiga—waktu itu
aku menghitungnya, dan akhirnya kau membuka mulut bersiap menjawab
pertanyaanku.
Apa
menurutmu aku cocok menjadi trainee di SMEnt? Perusahaan entertainment itu
memproduksi artis-artis pilihan yang berkualitas.
Aku terhenyak dengan
pertanyaan yang kau gunakan untuk menjawab pertanyaanku tadi.
Tunggu,
buat aku paham dulu. Kau sudah menjadi trainee SM atau kau ingin menjadi traine
SM?
Kemudian kau pun
menjawab,
Tiga
hari lalu, aku diterima menjadi trainee disana. Dan hingga saat ini, aku
melewati banyak latihan yang cukup melelahkan. Yah, meskipun kuakui setiap hari
aku makan enak disana.
Dan penjelasanmu itu
membuatku meninju ringan lenganmu karena kau sama sekali tak memberiku kabar
mengenai hal itu.
Sebenarnya, seorang Lee
Hyuk Jae hanya menceritakan mimpi besarnya padaku saja. Ia masih ingin merahasiakan
kepada semua orang disekelilingnya perihal mimpinya menjadi anggota Kpop yang
kini digandrungi-mungkin-lebih-dari- setengah populasi remaja seluruh dunia.
Dia sang pemimpi yang
selalu menggebu.
***
Dua tahun sudah kau
menjadi traine di agensi yang menerimamu,
tetapi mereka masih belum juga mendebutkanmu. Padahal kuakui kau memiliki
potensi seorang penyanyi yang hebat, kau memiliki suara bagus.
Wah,
kau semakin banyak waktu untuk berlatih dan semakin sedikit waktu untukku
main-main denganmu.
Candaku di hari minggu
kala bertemu denganmu waktu itu. kau hanya tersenyum tipis menanggapiku.
Bagaimana
progress latihanmu disana? Apa kau sama sekali tidak mendapatkan
sinyal-semacam-kau-akan-didebutkan? Aku tahu, kau memiliki keahlian bernyanyi
yang bagus.
Dan kau lagi-lagi hanya
tersenyum menanggapi opiniku. Kau menjadi lebih pendiam waktu itu.
Kenapa?
Kau tak betah disana? Kau dibully? Atau kau merasa bahwa kau ini orang paling
jelek disana?
Kau masih tak
menjawabnya. Membuatku memberondong pertanyaan lainnya padamu.
Apa
mereka menyuruhmu operasi plastik?
Dan kau langsung
mengernyitkan kedua alismu sembari menatap tajam kearahku.
Menurutmu,
aku tak cukup tampan? Lihat, aku tinggi, berkulit bersih, tampan, dan suaraku
bagus. Aku tersinggung!
Begitu jawabmu waktu
itu. aku semakin terkikik melihat ekspresi wajahmu yang terlihat lucu ketika
cemberut itu.
***
Saat ini, genap lima
tahun sudah seorang Lee Hyuk Jae selalu menemaniku kemanapun aku butuh
teman—dengan kata lain, dia sudah menjadi teman mainku selama 10 tahun ini.
Bagaimana
kabarmu?
Tanyamu sembari
memberikan segelas mochafloat
favoritku. Kemudian kau duduk didepanku dan menyesap frappucchino andalanmu.
Yah,
Tak banyak yang bisa kuceritakan. Aku masih sama. Masih konstan. Kuliah,
belajar, tidur, makan, jalan-jalan.
Eh,
ada audisi penyanyi di daerah Apgujong loh. Aku bisa mengantarmu jika kau ingin
mencoba?
Aku langsung
menggelengkan kepalaku mendengar tawaranmu, yang mana membuatmu bertanya kenapa? Padaku.
Tentu
saja, karena aku tak dianugerahi suara emas sepertimu ...
Dan kau langsung
menyanggahku dengan cepat,
Siapa
bilang menjadi seorang idol harus dianugerahi suara emas? Fyi,kau bisa belajar
olah vokal. Lihat, kau tinggi, cantik, cerdas. Kalaupun kau tidak diterima
menjadi penyanyi, kau masih bisa mengikuti audisi untuk akting.
Ketika itu aku
mengibas-ngibaskan tanganku dimukaku, pertanda aku tak akan mungkin lolos
menjadi trainee di salah satu agensi entertainment seperti dirinya. Aku tak
memiliki keyakinan dan juga optimisme seperti dirinya.
***
Jika dihitung hingga
detik ini, aku dan Lee Hyuk Jae sudah saling mengenal satu sama lain selama 12
tahun semenjak pertemuan kita sewaktu menjadi murid baru di sekolah tinggi
HwakGoh. Saat itu, ia menawarkan permen rasa strawberry untukku sepulang
sekolah. Anak itu mensejajari langkahku dan membuatku tetap berbicara padanya
hingga kami resmi berkenalan. Semenjak itu, hubungan pertemanan kami semakin
lama semakin dekat, bahkan kata seorang teman sekelas kami waktu itu mengatakan
‘dimana ada aku, disitu ada Hyuk Jae’.
Kamu
ngapain sih?
Ujarku melihatnya yang
sibuk mengobrak-abrik toiletku dan mencari pencukur dan krim penghilang
bulu-ku.
Mau
mencukur bulu kaki
Itu jawaban santainya
yang sukses membuatku tertawa keras mendengarnya.
God,
Please. Kamu itu laki-laki. Apa masalahnya memiliki bulu kaki?, jawabku
heran.
Sebagai
Idol, aku harus perfect. Jawabnya santai.
Seperti hari-hari
biasanya, meskipun telah menjadi penyanyi dan anggota salah satu grup boyband
bernama Super Junior yang terkenal itu, Hyuk Jae masih sering bertandang ke
rumahku hanya untuk sekedar menghabiskan hari minggu maupun menonton film
bersamaku yang baru saja ia dapatkan.
Dan hari ini, aku tidak
mendapatinya membawa keping DVD maupun cemilan yang biasa ia bawa untukku tiap
hari minggu, melainkan langusng menuju toilet dan mencukur bulu kakinya.
Dia, seorang Lee Hyuk
Jae sang super star, sibuk mencukur bulu kaki dan juga tangan di toiletku. Ahhhhh, kalau saja aku tidak dekat
dengannya, aku sudah mengambil gambarnya dan menjual gambarnya demi royalti yang
menggembungkan dompetku.
***
“Segelas Mochafloat kesukaanmu.” Ujarnya memberikan
minuman berwarna coklat muda untukku, lengkap dengan Smirk yang menurutku menyebalkan.
“Hey, Hyuk Jae ups
maksudku Eunhyuk. Simpan saja smirk anehmu
itu untuk fansmu. Smirkmu itu
terlihat menyebalkan di mataku.”
“Kau sudah siap? Ayo
berangkat.” Ujarnya meraih tanganku dan memegang frappucchino miliknya.
Aku berdiri
mengikutinya namun ketika hampir keluar dari kafe, mendadak perasaanku ragu.
Hyuk Jae yang menyadarinya pun menoleh kearahku lantaran langkahnya yang
tiba-tiba terhenti karena aku.
“Kenapa?”
“Hyuk Jae, aku takut.”
“Kau pasti bisa. Aku
akan mengantarmu dan melihatmu berakting di depan juri. Ayolah!” bujuknya lagi
sedikit memaksaku untuk bergerak maju.
“Bagaimana kalau aku
gagal?”
“Kalau kau gagal, kau
tinggal mengikuti audisi-audisi lainnya dan aku akan tetap menjadi pendukung
setiamu …” ia berhenti sejenak dan melanjutkan, “selama kau menjadi elf yang setia pula.”
Dan ia menyengir konyol.
“Yap, kita sampai.”
Katanya selesai memarkir sedan hitamnya.
Perlahan kami memasuki
gedung tujuan kami dan menekan nomor 5 di lift yang kami naiki, meraih lokasi
audisi yang aku ikuti.
Tak lama setelahnya
lift pun terbuka dan kami memasuki sebuah aula cukup besar yang mana hanya diperbolehkan
masuk jika nama peserta audisi dipanggil oleh panitia. Dan hanya butuh setengah
jam bagiku untuk dipanggil oleh panitia dan memasuki aula itu.
“Hyuk Jae …” ujarku
menggenggam tangannya. Lelaki itu berusaha menyalurkan semangat padaku melalui kehangatan
telapak tangannya.
“Kau pasti bisa.
Optimislah. Aku tahu bakat aktingmu setiap kali kau mengikuti acara teater di
kampus kita dulu.”
Genggaman tangannya pun
terlepas dan berganti menjadi pelukan yang hangat untukku, kemudian ia
membisikkan padaku,
“Aku percaya padamu.
Aku yakin kau mampu dan akan lolos kali ini.”
Ketika langkahku hendak
memasuki aula, Hyuk Jae memanggilku pelan dan berujar, “Aku mencintaimu.”
Cukup lama aku berdiam
diri memandang dua bola mata miliknya yang terlihat bersinar seperti biasanya.
Sahabat yang kusayangi ini mencintaiku juga?
—selesai—
*Lia Malihah
a.k.a Ilmiyatin N.
2 komentar
hahaha kayak sinetron aja :D
ReplyDeletekan sinetron juga terinspirasi dr kisah nyata kan? BTW, makasih sudah mampir dan baca :)
ReplyDelete