Tentang Keresahan dalam Kotak Mayoritas dan Kotak Minoritas

January 17, 2018


sebenarnya sudah lama ingin curhat sama diri sendiri lewat blog, ya karena siapa sih yang masih make buku diary di jaman digital sekarang? kalau pun masih ada, ya salut banget. saya sendiri sudah lupa kapan terakhir kali nulis diary, mungkin waktu tamat SMP.

jadi, akhir-akhir ini masalah keberagaman etnis dan agama makin lama makin pelik semenjak kasus pencalonan gubernur Jakarta beberapa tahun silam, karena ya... beda etnis dan agama. Minoritas dan mayoritas adalah isu yang menjadi trigger di masalah itu. yah, semua orang tahu lah ya... kasus besar apa yang terjadi saat pemilihan gubernur beda agama waktu itu, hingga semua stasiun televisi menayangkan kasus itu tiap lima menit sekali selamaaa yaaa setengah tahun mungkin.

kezel.. dan bosan.

haduh, harusnya kan orang Indonesia tidak perlu lah ya lebay gitu menanggapi isu perbedaan. Coba deh liat kanan kiri kita, tetangga kita, teman sekantor kita, teman sekelas kita, semuanyaaa... adakah dalam satu kelompok itu yang saaamaa semuanya? agamanya, etnisnya, warna kulitnya, bentuk mata & hidungnya? bahasanya? Ya kecuali kalau kita di lingkup pondok pesantren atau semacamnya yang pastinya agamanya sama, itu pun pasti masih menemui perbedaan, dari warna kulit hingga bahasa. Saya sendiri juga mengalami seperti itu waktu masih mondok dulu,

jadi, perbedaan harusnya sudah jadi makanan sehari-hari semenjak kita masih jadi bayi. Masalah mayoritas dan minoritas menurut saya tidak menjadikan tolak ukur derajat kita sebagai penduduk Indonesia. mau mayoritas atau minoritas, selama kita punya KTP yaaa kita sama-sama orang Indonesia gitu. punya hak dan kewajiban yang sama, bukan saling merendahkan atau meninggikan.

untuk soal pak gubernur tidak usahlah ya saya bahas, itu sudah basi. dan masalah sudah selesai.

yang menarik ini soal duo komik Indonesia yang membawa-bawa agama saya sebagai bahan lelucon.  Baiklah, langsung saja, duo komik yang saya maksud ini adalah Joshua Suherman dan Ge Pamungkas. Ya sebagai Muslim sih, tentu saya sakit hati mendengar agama saya dijadikan candaan seperti itu.

Namun, jika ditelisik lebih dalam. Mereka, yang secara tidak langsung merupakan representasi minoritas Indonesia ini seperti protes sekaligus curhat. Mereka mungkin capek dengan besarnya gap antara kaum minoritas dan mayoritas di Indonesia. 

Saya jadi ingat gimana kerasnya kaum saya (mayoritas) dalam melakukan protes dan memperlakukan kaum minoritas tersebut, dalam berbagai hal. sikap mereka membuat saya menjadi lebih berkaca, sudahkah kita (kaum mayoritas) memperlakukan teman dan saudara kita (kaum minoritas) dengan adil dan baik? tidak merendahkan mereka karena perbedaan etnis dan agama?

Meski lawakan Joshua dan Ge seharusnya membuat kita bercermin lebih dalam, bukan berarti saya membenarkan tindakan mereka. tentu saja mereka sudah salah karena menjadikan agama sebagai objek guyonan, tapi apakah kelakuan mereka juga tidak berdasar pada pengalaman psikologi yang mereka alami selama menjadi kaum minoritas di Indonesia?

Ini renungan sih kalau menurut saya. Di ajaran agama saya sama sekali tidak mengajarkan kekerasan, malah mengajarkan harus berbuat baik kepada semua manusia. Mungkin kita harus lebih baik baik dengan sesama, lebih halus dalam menyebarkan kebaikan agama kita.

-sekian-

You Might Also Like

0 komentar