Sang Kakek
April 19, 2016
-o-
Seorang pengusaha duduk di salah satu
kursi taman, orang tersebut tak pernah terlihat menganggur duduk disitu
sebelumnya. Pengusha tersebut adalah seorang lelaki berusia 32 tahun. Ia
terlihat sedih dengan setelan jas kantor necis yang masih menempel dibadannya.
“Jangan terlalu mencintai, nanti
susah membiarkan pergi. Jangan terlalu mencintai nanti susah membiarkan pergi.”
Lelaki itu menoleh kearah sumber
suara. Terlihatllah seorang kakek duduk diatas gelaran tikar di salah satu sisi
rumput dengan baju lusuh duduk dengan sebuah tongkat. Lelaki itu menduga si
kakek menggunakan tongkatnya untuk membantunya berjalan. Kakek itu buta, dua
manik matanya tertutupi oleh selaput putih tebal.
Merasa kasihan, Si lelaki
mengeluarkan uang dari sakunya, di sakunya ia menemukan selembar uang 2000 dan
selembar uang 5000. Si lelaki pengusaha muda itu mendekati si kakek. Ia
berjongkok untuk mengurangi jarak antara mereka berdua.
“Kakek tiap hari kesini?”
“Iya.”
“Cuman karena uang receh?”
“Uang receh juga berharga untuk saya,
nak” kata si kakek.
Benar juga, si
lelaki menanggapi dalam hati.
“Selain itu ada lagi alasannya.”
“Huh? Apa, pak?” lelaki itu penasaran
dengan tujuan lain si kakek selain meminta-minta.
“Saya hanya ingin mengingatkan
orang-orang yang terlalu stress dengan dunia yang dia kejar.”
“Memang bapak tahu semua orang yang ngaso di taman ini pasti orang-orang
yang stress dengan duniawi yang mereka kejar.”
“Tentu saja tidak semua, nak. Tetapi
saya bisa melihatnya. Saya bahkan bisa lihat kamu meski saya buta.”
Si lelaki tertawa tertahan, merasa si
kakek melucu.
“Kamu pakai setelan jas warna
abu-abu, kan? Kulitmu sedikit cerah untuk kategori orang Indonesia. Kamu
memakai jam tangan di tangan kananmu dan sebuah gelang warna hitam di
pergelangan tangan kirimu rambutmu cepak kelimis belah pinggir kanan.”
Seketika si pengusaha muda itu
terdiam, ia terperangah dengan deskripsi si kakek tentang fisiknya.
“Kok kakek bisa...”
“Meski saya buta, saya bisa merasakan
kehadiran seseorang, kehadiran itulah yang membuka mata batin saya.”
Si lelaki masih terdiam.
“Jangan terlalu mengejar duniawi.
Hidup itu santai saja. Jika memang rejeki, maka dengan sendirinya rejekimu akan
datang. Jangan takut jika usahamu merosot. Semuanya akan baik-baik saja.”
Si lelaki kini membisu mendengarnya.
Bagaimana bisa kakek ini tahu?
“Ini buat
kakek. Semoga anda selalu dalam lindunganNya dan sehat selalu.” Kata si lelaki
muda tadi, ia menyelipkan selembar uang 2000 kedalam saku dan memberikan
selembar lima ribu untuk kakek tadi.
0 komentar