Parfum Gulali (Bagian 6)

October 26, 2013


Casts: Ahn Seung Ah, Kim JoonMyun, Kim MinSoek, Do Kyungsoo, Kim JongDae

========================================================================


Chanyeol berjalan disampingku menuju sebuah rumah sakit jiwa tak hanya 3 meter didepan kami. Sepanjang perjalanan kemari, Chanyeol tak mengatakan sepatah kata pun padaku. Bahkan ketika sebelum berangkat dan sarapan bersama sekalipun. Membuatku semakin penasaran dengan tujuannya menggiringku kemari.
Langkah kami akhirnya sampai di depan meja resepsionis.

“Aku ingin bertemu dengan tuan Park Sim Yeol.” Ujarnya ramah kepada salah satu petugas resepsionis.
Aku berdiri terdiam disampingnya. Benar-benar tak tahu apa maksud dari pria yang kini berdiri disampingku.

“Oh, baik. Anda bisa menemui bapak Park Sim Yeol sekarang juga, tuan.” Chanyeol menngenggam tangan kananku untuk pergi entah kemana, ke bangsal seseorang bernama Kim Sim Yeol ini mungkin, setelah sebelumnya memberi balasan senyum tulus kepada resepsionis berambut sebahu itu.

“Kemana kita?” aku semakin tak sabar dengan ke-rahasia-annya.

“Menemui Park Sim Yeol.” Jawabnya dengan senyum lebar namun tak selebar biasanya.

~

Langkah kami terhenti sampai di depan bangsal 13, kami memasuki bangsal tersebut hingga terhenti didepan pintu kamar bertuliskan  F13.

“Lelaki itulah yang bernama Park Sim Yeol.” Chanyeol menatap lurus kearah seorang lelaki berpakaian senada biru langit.

Mata Chanyeol menyorotkan kerinduan, iba, dan sayang untuknya. Lelaki bernama Park Sim Yeol itu membelakangi kami. Ia duduk menghadap tembok yang dindingnya terdapat papan putih yang sepertinya biasa dicorat-coret olehnya. Dengan kepala tertunduk, ia seperti sibuk menulis sesuatu. Aku mengintip sedikit apa yang menyibukkan pria itu, oh, dia nampak seperti menulis sebuah surat. entah surat apa yang ditulis pria itu, aku tak begitu dapat membaca tulisannya yang sedikit acak-acakan.

“Hari ini adalah ulang tahunnya yang ke 58.”

Seperti yang Chanyeol lakukan, aku pun memperhatikan lelaki itu dari balik punggungnya. Banyak helaian rambut berwarna perak menyembul diantara rambut hitam cepaknya. Meskipun aku tak tahu siapa lelaki ini dan mengapa Chanyeol membawaku kemari, namun ada suatu hal-yang-entah-apa telah menarik perhatianku padanya.

“Kau ingin tahu dia siapa?” tanya Chanyeol tanpa menoleh kearahku.

Aku lantas mengalihkan kedua manik mataku pada Chanyeol, aku yakin dia dapat melihatku dari ekor matanya. Dan diamku pasti ia anggap sebagai ‘iya’.

“Sebenarnya dia Ayah kita.”

Perkataan Chanyeol membuat seluruh tubuhku tak dapat digerakkan, lidahku kelu, mataku semakin melebar menatap kearahnya. Aku tak dapat bereaksi apa-apa selain menatapnya penuh tanda tanya.

“Oppa, candaan macam apa hari ini?”

“sebenarnya kita berdua bersaudara, Eunji-ah. Kita saudara sedarah.” Ketika mengatakannya Chanyeol mengalihkan perhatian matanya padaku. Ia menatapku dengan mata yang sedikit basah. Sedangkan aku masih bergeming menatapnya. penuh tanda tanya yang semakin besar.

“Ayah menceraikan Ibu sesaat setelah kau dilahirkan. Aku masih ingat ketika itu kau masih berwarna merah. 
Aku yang tanpa sengaja berada dirumah sakit, menguping percakapan kedua orang tua kita. Meskipun saat itu aku masih kecil, aku mengerti bahwa Ayah meninggalkan Ibu, apalagi Ibu menangis hebat saat itu. Sampai sekarang aku tak tahu alasan mengapa Ayah meninggalkan Ibu, pun Ayah tak pernah mengaku padaku apa alasannya…” Aku melihat butiran air membasahi pipi Chanyeol. Ia mengambil nafas. Aku masih menatapnya semakin tak percaya apa yang baru saja ia katakan.

“Ketika Ayah dan Ibu tahu aku mendengar pembicaraan mereka, saat itu juga Ayah menarikku dan secara sepihak ia memutuskan aku dalam hak asuhnya, sedangkan kau dalam hak asuh Ibu. Sekuat apapun aku menyingkirkan tangan Ayah yang memisahkan tanganku dari Ibu, aku tentu saja kalah. Saat itu aku hanya anak laki-laki berusia 5 tahun, Eun Ji-ah.” Chanyeol mulai terisak, dan membuatku ikut menangis.

“Kau bercanda kan, Oppa?!” aku memukul lengannya ringan. Aku merasa tenagaku habis semenjak Chanyeol berkata kami bersaudara.

“Aku bersungguh-sungguh, Eun Ji-ah.

“Dia Ayah kandung kita.” Lanjutnya.

“Kau bohong …” Ujarku lirih, namun nampaknya Chanyeol mengacuhkanku.

“Dia sangat merindukanmu, Eunji-ah. Ayah lah yang pertama mengenalimu. bahwa kau adalah adikku. Dia dapat mengenalimu dari banyaknya refleksi Ibu yang ada padamu, Eunji-ah. Juga Ayah memperhatikan tanda lahir yang ada di leher kananmu.” Chanyeol mengambil nafas panjang sejenak.

“Saat itu keadaan Ayah sudah seperti ini. Ketika itu aku membawanya jalan-jalan keluar sebentar, dengan dua orang suster lelaki rumah sakit ini tentunya. Dalam keadaan seperti ini, Ayah masih dapat mengenalimu, Eunji-ah. Aku yang mengetahui hal itu, langsung mencari tahu perihal dirimu dan betapa beruntungnya diriku saat aku diterima menjadi manajermu.”

Aku benar-benar tak dapat berpikir secara matang saat ini. Bayangkan, aku bukan Eunji, aku Ahn Seung Ah yang terperangkap dalam jiwa Eunji sementara. Tetapi melihat mata Chanyeol yang memerah dan ceritanya mengenai pria itu membuatku merasa bahwa aku benar-benar mengenalnya dengan baik, dan merasa amat dekat dengan mereka.

“Suatu ketika, aku mengambil salah sehelai rambutmu yang tertinggal di kamar mandi apartemen kita. Segera kuperiksa kecocokan DNA mu dan DNA kami…”

Aku menantinya dengan mata ku yang masih menatapnya semakin tak sabar.

“DNA kita cocok.” Bahu Chanyeol berguncang hebat. Ia tak dapat lagi menahan air mata yang sedari tadi berusaha ditahanya, meskipun pipinya telah sedikit basah oleh air mata.

“Eunji … Park Eunji.” Tiba-tiba aku mendengar suara lelaki yang sedari tadi memunggungi kami berdua. 
Bahunya bergetar sama seperti Chanyeol, kemudian lelaki itu menangis kencang seakan melupakan statusnya sebagai pria berusia 58 tahun. Ia menangis sangat kencang.

“Ayah, Eunji ada disini. Aku membawanya. Semua baik-baik saja.” Chanyeol tergopoh menuju lelaki itu dan memeluknya dari belakang.

Setelah memeluknya sesaat, Chanyeol berjalan keluar melewatiku. Aku mengikuti langkah jangkung itu keluar. Langkahnya berjalan menuju taman belakang rumah sakit dengan cepat. Aku masih mengikutinya dalam diam, mungkin saja ia tak tahu aku sedang mengikutinya.

Laki-laki itu duduk di salah satu bangku taman yang terbuat dari kayu. Ia berteriak setelahnya, namun tak lama. Chanyeol meremas rambutnya, masih dengan erangannya yang berusaha ia tahan. Aku masih memperhatikan sosok itu dari kejauhan. Mungkin ia benar-benar tak tahu aku mengikutinya sedari tadi.
Ia tak lagi mengerang, pun tak menjambaki rambut cepak hitamnya. Oppa nampak mengambil sesuatu di salah satu saku kemejanya. Sebatang djarum ia dapatkan dan melesakkannya kedalam mulutnya, tangan kirinya  merogoh saku celananya mengeluarkan sesuatu dari sana. Sebuah pemantik perak ia temukan. Kemudian ia gunakan untuk menyulutkan api ke batang djarum-nya.

Lelaki jangkung itu merokok?

Sejak kapan?

“Oppa, ternyata kau merokok?” Aku sendiri terkejut mendapati diriku secara tak sadar berjalan kearah Chanyeol kemudian menginterogasinya.

Ia tampak terkejut melihat kedatanganku.

“Ah, kau mengikutiku? Sejak kapan?” Ia menoleh kebelakang, kemudian kearahku lagi. Lantas salah satu tangannya membersihkan sisi kiri di bangku taman yang masih kosong. Mengisyaratkanku untuk duduk bersisihan dengannya.

“Ya, aku merokok ketika kalut dan bingung seperti sekarang.” Lanjutnya.

Aku masih terdiam memperhatikan mata Chanyeol yang tak memancarkan banyak cahaya seperti sebelum-sebelumnya.

Setelah menghisap dua kali puntungnya, lelaki yang kini duduk bersebelahan denganku mengeluarkan sesuatu di dalam tas ransel hitamnya.

“Bacalah!” Katanya memberikan sebuah amplop besar berwarna coklat. Tanpa banyak bertanya lagi, aku membuka amplop itu dengan gemuruh di dadaku.

Membuka amplop itu, aku menemukan sebuah surat pernyataan kesamaan DNA.

Disana tersebut, DNA milikku, milik Chanyeol, dan milik lelaki paruh baya bernama Park Sim Yeol yang baru saja kutemui, adalah ‘COCOK’.
~

Dari balik sofa aku mendengar Chanyeol menuangkan sesuatu, dan ketika aku melirik kearahnya, ia sedang menuang susu keadalam sebuah gelas.

“Terimakasih susunya, oppa.” Ucapku riang.

“Memangnya susu ini untukmu?” Jawabnya dengan pandangan jenaka kearahku.

Cih! Kalau susu itu tidak untukmu, aku tak akan mengijinkan kau menonton acara kesukaanmu malam ini.”

“Hey! Park Eun Ji bodoh, jangan begitu dong…” Chanyeol segera menyerbuku dengan gelitikannya. Dan tunggu dia tadi memanggilku bodoh?.

“Sini buat aku saja, Oppa.” Aku memanggil paksa susu yang hampir ditenggaknya. Chanyeol hanya bersuara 

“Hey!” namun ia tetap memberikan susu itu padaku.

“Oppa, gimana kalau besok kita ketemu Ayah lagi?” aku memandangnya memelas.

“Hmmm…boleh-boleh. Gimana kalau kau membawakannya masakanmu?”

Aku langsung menyetujui ide Chanyeol. Kami mediskusikan pukul berapa akan kesana dan makanan apa yang harus kumasak untuk Ayah.

Hingga akhirnya teleponku berdering

Incoming call: Kim Jong Dae

“Hmmm, pacarmu?”

Aku mendelik kearah Chanyeol.

Chanyeol terus menggodaku yang saat ini sedang menerima panggilan Jong Dae. “Awww, jahat sekali! Sungguh tak sopan!” Chanyeol mengerang memegang kakinya yang baru saja aku tendang. Aku tak tahan di goda terus seperti ini dan tak ada pilihan lain selain menendangnya.

Aku berpindah tempat duduk disalah satu kursi makan di apartemen kami, mengacuhkan ocehan Chanyeol yang menggodaiku berpacaran dengan Jong Dae.

Jongdae mengajakku ke acara fotografi yang ia adakan bersama teman-temannya. Tentu saja aku mengiyakan akan ikut bergabung di acara yang dilaksanakan tiga hari lagi itu.

“Sudah, kau terima saja cinta Jong Dae dan kalian pacaran. Beres kan?” Sial! Chanyeol masih menggodaku walaupun aku sudah tak lagi berbincang dengan Jong Dae.

“Mana bisa, Oppa. Dia sahabatku.” Ujarku bersikeras. Entah apa jadinya jika aku harus berpacaran dengan Jong Dae, dia sahabat yang membuatku nyaman didekatnya. Itu saja.

“Kau benar-benar tak memahami perasaan Jong Dae padamu?” Chanyeol mendekatkan lengannya pada lenganku, menyenggolnya dengan jahil.

“Oppa, sudahlah. Kita bersahabat.”

Chanyeol beranjak dari duduknya untuk menghindari amukanku. Sebelum benar-benar meninggalkan diriku sendiri di sofa, ia membisikkan sesuatu ditelingaku, “Aku dan Jong Dae sudah saling mengenal sejak lama. Bahkan sebelum aku menemukanmu. Aku sungguh tahu bagaimana Jongdae saat ia jatuh cinta.”

Chanyeol berlari menghindari timpukan bantal mungil sofa yang kulemparkan sekuat tenaga untuknya.
  

You Might Also Like

0 komentar